Reporter: Dityasa H Forddanta, Reuters |
NEW YORK. Ibarat berada di atas perosotan, perekonomian China masih terus meluncur ke bawah. Berbagai perusahaan yang membidik China sebagai pasar, harus memutar strategi untuk mengatasi penurunan penjualan.
Kondisi Tiongkok ini juga memaksa Caterpillar Inc. melirik Timur Tengah dan Afrika sebagai target ekspor alat berat buatan China. Produsen alat berat ini mencatat, penjualan di negeri panda tersebut hanya menyumbang 3% dari total pendapatan.
Padahal, sebelumnya perusahaan tumbuh aktif di pasar China, karena yakin negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat ini akan menjadi bahan bakar pertumbuhan selama bertahun-tahun. Akibatnya, saat ini, 18 pabrik manufaktur Caterpillar di China mengalami kelebihan stok.
Memang, manajemen tidak merinci negara mana saja yang menjadi bidikan baru dan alat berat yang menjadi andalan ekspor. Namun, Caterpillar masih akan mengandalkan front end loader dan ekskavator sebagai komoditi utama ekspor.
Yakin tumbuh
Richard Lavin, pimpinan bisnis Caterpillar di China mengatakan, perubahan tujuan ekspor ini bersifat sementara dan bukan menjadi inti strategi bisnis di China. Perusahaan optimistis, kondisi perekonomian akan kembali normal dalam waktu dekat. "Jika kondisi sudah membaik, kami akan kembali ke China," katanya.
Perusahaan yang memiliki lambang CAT pada alat berat konstruksi ini percaya, pertumbuhan ekonomi akan membaik setelah suku bunga China dipangkas Juli lalu. Pemerintah juga akan tetap mendorong belanja negara untuk sektor infrastruktur.
Ini menjadi katalis bagi Caterpillar untuk meningkatkan penjualan. "Sejarah telah memperlihatkan, China selalu menarik tuas di waktu tepat untuk menyesuaikan pertumbuhan," kata Lavin.
Namun, manajemen Caterpillar mengerti, dampak positif bagi industri tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Lavin memperkirakan, industri konstruksi akan kembali bergairah enam sampai sembilan bulan setelah langkah dari pemerintah tersebut.
Caterpillar baru akan merasakan buah manis kebijakan ini pada semester pertama tahun 2013 nanti. Sementara, sampai akhir tahun nanti, manajemen tidak terlalu banyak berharap ada peningkatan yang berarti.
Perusahaan juga yakin, penggantian Presiden Hu Jintao di awal 2013 tidak akan mempengaruhi trayek pertumbuhan ekonomi. Analis memperkirakan, pertumbuhan ekonomi di sisa kuartal tahun ini 7,9% dan 8,2%. ONDON. Standard Chartered (Stanchart) akhirnya bersuara, setelah empat hari menyerap perhatian internasional. Department of Financial Services (DFS) Senin lalu mengancam menghapus lisensi bank asal London ini di New York lantaran melakukan transaksi keuangan dengan Iran dan membahayakan keamanan finansial Amerika Serikat (AS). Presiden Direktur Stanchart, Peter Sands membalas, tuduhan DFS tidak proporsional dan tidak konsisten dengan otoritas Amerika Serikat (AS) lain terkait penghapusan lisensi bank. Sands mengatakan, DFS tidak memiliki dasar hukum menghapus lisensi bank. "Kami menolak posisi dan penggambaran fakta oleh DFS," kata Sands. Stanchart juga keberatan dengan langkah tim Benjamin Lawsky, pimpinan DFS yang mengumumkan data temuan tanpa memberitahukan terlebih dahulu pada bank. Begitu juga Gubernur Bank Inggris, Mervyn King yang mengkritik DFS telah gagal melakukan koordinasi dengan pihak Stanchart.Sands mengatakan, tidak ada yang salah dengan budaya di tubuh Stanchart dan tidak ada transaksi terkait organisasi teroris. Menurut dia, publikasi DFS telah merugikan nama Stanchart. Saham bank yang turun 16% dalam pekan ini, telah naik 7,1% di awal perdagangan bursa London. Seorang sumber mengatakan, bank sentral Amerika atau Federal Reserve, saat ini meminta Stanchart melaporkan kondisi likuiditas setiap jam. Pertimbangan ini untuk mengawasi langkah deposan atau rekan Stanchart di New York yang ketakutan dengan kabar rencana pencabutan lisensi tersebut.Saat ini, Stanchart diinvestigasi oleh berbagai regulator AS. Memang, ada nada tidak setuju terhadap sikap DFS yang datang dari The Fed dan Kementerian Keuangan AS. Bank sentral Inggris juga kini ikut melakukan penyelidikan.Investigasi ini fokus pada transaksi yang mendapat julukan U-turn. Transaksi ini membolehkan bank asal Iran mengakses perbankan AS secara langsung lewat bank pihak ketiga. Sands mengatakan, transaksi U-turn yang cacat di Stanchart kurang dari US$ 14 juta.Stanchart terancam terkena sanksi US$ 700 juta. Sama seperti potensi denda yang harus dibayar HSBC Holdings Plc lantaran dianggap gagal mengawasi pencucian uang.