Sumber: Fortune,Fortune | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. IgniteTech menjalani transformasi besar-besaran dalam struktur organisasinya ketika seluruh divisi dipusatkan di bawah organisasi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.
Langkah yang dipimpin CEO Eric Vaughan ini dipicu oleh bergabungnya Thibault Bridel-Bertomeu, yang kemudian menjabat sebagai kepala AI perusahaan.
Vaughan menyebut reorganisasi tersebut sebagai sesuatu yang “agak tidak biasa”, namun dianggap perlu untuk menghindari duplikasi pekerjaan dan mempercepat berbagi pengetahuan.
Sentralisasi ini menjawab tantangan umum adopsi AI di perusahaan. Survei WRITER menunjukkan 71% eksekutif di perusahaan lain mengaku aplikasi AI kerap dibuat secara terpisah, sementara hampir setengah responden menyatakan karyawan dibiarkan berjuang sendiri mempelajari AI generatif.
Baca Juga: Telkomsel dan Perplexity Jalin Kolaborasi Strategis Perluas Adopsi AI
Hasil dari perubahan radikal ini segera terlihat. Pada akhir 2024, IgniteTech meluncurkan dua solusi AI yang sedang dipatenkan, termasuk platform otomatisasi email Eloquens AI.
Perusahaan juga mencatat kinerja keuangan yang solid, dengan pendapatan di kisaran sembilan digit dan EBITDA hampir 75%.
Semua itu dicapai bersamaan dengan akuisisi besar terhadap Khoros. Vaughan menyebut timnya kini mampu menghadirkan produk siap pakai hanya dalam waktu empat hari, sesuatu yang sebelumnya tidak terbayangkan.
Kisah IgniteTech menjadi contoh bagaimana manajemen perubahan yang tegas dapat mengatasi hambatan adopsi AI, mulai dari ketiadaan strategi, minimnya investasi, hingga ketidakselarasan antara bisnis dan TI.
Namun IgniteTech bukan satu-satunya perusahaan yang menghadapi tantangan ini. Joshua Wöhle, CEO Mindstone, penyedia layanan peningkatan keterampilan AI bagi perusahaan besar seperti Lufthansa, Hyatt, dan tim NBA, menyoroti dua pendekatan utama dalam menghadapi era AI: melatih ulang karyawan atau melakukan penggantian massal.
Baca Juga: Riset AWS: Adopsi AI Tumbuh 47%, Startup Ungguli Korporasi dalam Inovasi Teknologi
Ia mencontohkan Ikea dan Klarna. Ikea memilih melatih ulang tenaga kerjanya, sementara Klarna sempat menuai sorotan karena mengurangi staf layanan pelanggan setelah mengadopsi asisten AI, sebelum kemudian merekrut kembali sebagian karyawan.