Sumber: South China Morning Post,Bloomberg | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - BEIJING. China akhirnya sanggup menghindari resesi setelah perekonomian mereka tumbuh 3,2% di kuartal kedua tahun ini. Negeri tembok raksasa jadi kekuatan ekonomi pertama yang berhasil memulihkan perekonomiannya di tengah pandemi virus corona baru.
Melansir South China Morning Post, ekonomi China menyusut hingga 6,8% pada kuartal I 2020. Ini menandakan kontraksi pertama sejak Revolusi Kebudayaan pada 1976 silam.
Data Bloomberg menunjukkan, produk domestik bruto (PDB) China di kuartal kedua tahun ini meningkat 2,4%.
Dengan raihan tersebut, China jadi negara ekonomi besar pertama yang berhasil meraih pertumbuhan positif. Sementara saingannya seperti Amerika Serikat (AS), Jepang, dan negara Uni Eropa masih cukup kesulitan mengatasi masalah ekonomi mereka.
Baca Juga: Xi Jinping: Fundamental pertumbuhan ekonomi jangka panjang Tiongkok tak akan berubah
Peneliti dari Kementerian Perdagangan China Mei Xinyu dengan percaya diri mangatakan, output ekonomi China telah pasti melampaui AS pada kuartal kedua tahun ini.
"PDB China selama 2020 bisa saja lebih rendah dari AS. Tapi, jika masalah domestik di AS terus berlanjut, maka PDB China bisa melebihi AS tahun ini," kata Mei seperti dikutip South China Morning Post.
Akibat pandemi yang melanda dunia, pada Mei lalu Perdana Menteri Li Keqianh mengumumkan, China tidak akan menetapkan target pertumbuhan ekonomi untuk tahun ini.
Pertumbuhan ekonomi China yang positif juga seolah membuktikan klaim mereka terkait keberhasilan mengatasi penyebaran wabah virus corona.
Baca Juga: Berhasil mengelak dari jurang resesi, PDB China kuartal 2 tumbuh 3,2%
Konsumsi dan investasi masih lesu
Sadar akan dampaknya yang luar biasa besar, China langsung memberlakukan program lockdown di hampir semua wilayah, mengawasi segala aktivitas warganya, sampai melakukan uji kesehatan berskala besar.
"Kami berharap peningkatan ekonomi China ini akan berlanjut pada paruh kedua tahun ini. Tentunya, didukung juga dengan meningkatnya sentimen terkait keberhasilan penanganan Covid-19 dan pelonggaran kebijakan fiskal dan moneter yang signifikan," ungkap Louis Kuijs, Kepala Peneliti Ekonomi Asia di Oxford Economics, seperti dilansir South China Morning Post.
Lonjakan infeksi virus corona di beberapa negara termasuk AS telah membayangi peningkatan permintaan untuk ekspor China. Sementara PHK yang besar dan masalah kesehatan yang masih ada membuat konsumen tetap berhati-hati.
Baca Juga: Ekonomi China naik perlahan, tapi konsumsi dan investasi masih lesu
Produksi industri China naik 4,8% pada Juni 2020 dari tahun sebelumnya, lebih cepat dari kenaikan 4,4% di Mei 2020. Itu menandai pertumbuhan bulan ketiga berturut-turut.
Tetapi, konsumsi dan investasi tetap lemah. Penjualan ritel turun 1,8% pada Juni, penurunan bulan kelima berturut-turut. Angka ini juga jauh lebih buruk dari perkiraan pertumbuhan 0,3%, setelah penurunan 2,8% di Mei.
Investasi aset tetap turun 3,1% pada semester pertama tahun ini dari periode yang sama tahun lalu, dibandingkan dengan perkiraan penurunan 3,3% dan penurunan 6,3% dalam lima bulan pertama tahun ini.