Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Pengakuannya memicu kemarahan. Penyuntingan DNA dilarang di banyak negara, termasuk China. Biasanya dibolehkan dalam situasi khusus dan hanya dibatasi untuk embrio hasil bayi tabung yang gagal.
Masih ada persyaratan lain, embrio tersebut dihancurkan dan tak dipakai untuk membuat bayi. He Jiankui membela diri namun ia kemudian dipenjara karena melanggar larangan pemerintah.
Pengakuan He Jiankui memicu perdebatan. Ada yang setuju dan tentu saja ada yang tidak. Ada yang berpandangan, apa yang dilakukan He Jiankui, selain melindungi gadis kembar dari HIV, tekniknya juga bisa meningkatkan kemampuan kognitif.
Jiankui menggunakan teknologi CRISPR untuk menciptakan gadis kembar yang ia katakan "mengalami penyuntingan DNA agar tak terkena HIV".
Baca Juga: Biden: Jika diperlukan, berperang dan memenangkan perang untuk jaga keamanan Amerika
Metode CRISPR ini menjanjikan bisa menyembuhkan penyakit bawaan. Tapi apakah metode ini bisa dimanfaatkan untuk kepentingan militer? Apakah penyuntingan genetika bisa dipakai untuk membangun tentara dengan otot lebih kuat atau bisa bernafas normal di ketinggian?
Peneliti genetika di Francis Crick Institute, London, Christophe Galichet mengatakan dalam praktiknya tidak akan mudah.
Ia mengatakan ada batasan-batasan. Penyuntingan gen, katanya, mungkin bisa membuat otot seseorang lebih kuat, tapi juga bisa menyebabkan munculnya kanker pada diri individu tersebut. Ia juga mengatakan efek perubahan galur gen akan diturunkan ke generasi berikutnya.
Baca Juga: Sengketa Senkaku dengan China, Amerika siap bela Jepang kalau diserang
O'Neill mengatakan China sudah melangkah jauh di bidang penelitian genetika dan mungkin saja negara-negara lain akan segera tertinggal. Ia berpendapat banyak pihak yang terlalu fokus dengan debat tentang etika, bukan soal realita perkembangan di lapangan.
"Mestinya kita lebih banyak menghabiskan waktu dan tenaga soal risiko dan penerapan teknologi ... dengan begitu kita akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik. (Cepat atau lambat) orang akan menggunakan teknologi ini," kata O'Neill.
"Hanya dengan terus melakukan penelitian kita akan paham di titik mana [teknologi] ini bisa merugikan," katanya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "China Ciptakan Tentara Super, Tahan Sakit dan Tak Punya Rasa Takut, Begini Faktanya..."
Editor : Aditya Jaya Iswara