Sumber: CNBC | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - BEIJING. China -yang notabene merupakan pembeli terbesar surat utang Amerika Serikat- dapat memperlambat atau bahkan menunda pembelian obligasi AS. Hal ini terungkap dalam sebuah laporan yang dipublikasikan Bloomberg News.
Berdasarkan laporan tersebut, dengan mengutip sumber yang mengetahui detil permasalahan itu, pejabat tinggi Beijing telah merekomendasikan kepada pemerintah untuk menurunkan -atau bahkan menghentikan- pembelian surat utang AS.
Tak hanya itu, laporan tersebut juga mencatat bahwa pemerintah Beijing menilai surat utang AS tak lagi menarik jika dibandingkan dengan aset-aset lainnya. Ditambah lagi, adanya ketegangan perdagangan antara kedua negara juga dapat memperlambat atau menunda pembelian tersebut.
"Jika China tak lagi membeli surat utang AS, market akan menderita. Kebutuhan pendanaan Kementerian Keuangan AS naik secara signifikan pada 2018 dan Kemkeu akan mencari sumber dana sebanyak mungkin yang mereka butuhkan," jelas strategist di Jeferies.
Kabar ini tentu saja menyebabkan market cemas.
Hal itu tercermin pada turunnya harga obligasi dan melonjaknya tingkat yield AS. Tak hanya itu, dollar AS juga melemah terhadap mayoritas mata uang dunia. Di sisi lain, harga emas mendaki. Sedangkan pasar saham AS tertekan.
"Saya rasa China akan memberikan kontribusi atas perpindahan likuiditas dari pasar obligasi AS. Hal itu tidak akan menolong pasar obligasi yang sudah mengalami tekanan saat ini," urai Michael Shaoul, chairman dan CEO Marketfield Asset Management.
Pengurangan pembelian surat utang oleh China akan terjadi menjelang rencana The Federal Reserve merilis neraca keuangan setelah krisis keuangan. The Fed juga diprediksi akan menaikkan suku bunga sebanyak tiga kali pada tahun ini. Pada 2017, bank sentral AS ini juga sudah mengerek suku bunga acuan sebanyak tiga kali.
Catatan saja, pada Rabu (10/1), tingkat yield surat utang AS bertenor 10 tahun naik menjadi 2,56%. Ini merupakan level tertinggi sejak Maret tahun lalu. Dollar juga melemah melawan keranjang mata uang dunia, dengan penurunan 0,2% menjadi 92,28.