Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Kantor kepresidenan Taiwan mengatakan China telah salah mengartikan posisi pemerintah Taiwan di forum tersebut, di mana Taiwan tidak diperbolehkan mengirimkan perwakilannya.
“China kurang percaya diri untuk terlibat dalam dialog dengan pemerintah Taiwan, dan pernyataan tidak masuk akalnya tidak dapat memperoleh pengakuan internasional,” kata kantor tersebut dalam sebuah pernyataan.
Dewan Urusan Daratan Taiwan, yang membuat kebijakan mengenai China, mengatakan pihaknya sangat menyesali komentar yang provokatif dan tidak rasional, dan menegaskan kembali bahwa Republik Rakyat China tidak pernah memerintah pulau tersebut.
Tiongkok telah berulang kali mengancam akan menggunakan kekerasan terhadap Taiwan di tingkat internasional, dan ancaman tersebut melanggar piagam PBB.
“Merupakan fakta obyektif bahwa kedua sisi Selat Taiwan tidak saling tunduk, dan itu juga merupakan status quo di selat tersebut,” katanya.
China telah berulang kali marah atas dukungan AS terhadap Taiwan dan penjualan senjata ke pulau tersebut, bahkan ketika tidak ada hubungan diplomatik formal antara Washington dan Taipei.
“Setiap tahun selama tiga tahun, menteri pertahanan baru China datang ke Shangri-La. Dan setiap tahun, mereka menyampaikan pidato yang sangat bertentangan dengan realitas aktivitas pemaksaan PLA di seluruh wilayah. Tahun ini pun demikian,” kata seorang pejabat AS.
Dong menyebut penjualan senjata AS sebagai ujian terhadap “garis merah” China.
“Mereka menjual banyak senjata ke Taiwan. Perilaku seperti ini mengirimkan sinyal yang sangat salah kepada pasukan kemerdekaan Taiwan dan membuat mereka menjadi sangat agresif. Saya pikir kita sudah jelas bahwa tujuan sebenarnya kekuatan asing adalah menggunakan Taiwan untuk membendung China," kata Dong.
Baca Juga: Taiwan Tuding China Gerogoti Wilayahnya dengan Ciptakan Keadaan Normal Baru
Andrew Yang, menurut mantan menteri pertahanan Taiwan, Beijing mengatakan pihaknya akan mengupayakan “reunifikasi” dengan memenangkan hati dan pikiran masyarakat Taiwan. Namun perbuatan mereka belum sesuai dengan kata-kata mereka.
"Sebaliknya, Beijing mengambil keputusan besar dan bersikap konfrontatif dan kontradiktif," katanya.
Yang berharap AS akan menepati jadwal penjualan senjatanya ke Taiwan sehingga pulau tersebut dapat meningkatkan pertahanan diri.
Taiwan selama dua tahun terakhir mengeluhkan keterlambatan pengiriman senjata AS, seperti rudal anti-pesawat Stinger, karena produsennya memasok Ukraina untuk mendukungnya dalam perang melawan Rusia.
Presiden Taiwan, Lai, telah berulang kali menawarkan pembicaraan dengan Beijing, namun ditolak. Dia mengatakan hanya rakyat Taiwan yang bisa menentukan masa depan mereka.