kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

China raih status bebas Malaria setelah 70 tahun berjuang


Kamis, 01 Juli 2021 / 07:59 WIB
China raih status bebas Malaria setelah 70 tahun berjuang
ILUSTRASI. Nyamuk Anopheles stephensi mengambil darah dari inang manusia melalui belalainya yang runcing dalam foto selebaran tak bertanggal yang diperoleh Reuters 23 November 2015. REUTERS/Jim Gathany/CDC


Sumber: Channel News Asia | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo

KONTAN.CO.ID - JENEWA. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada hari Rabu (30/6) memberikan sertifikasi bebas malaria kepada China setelah 70 tahun berjuang melawan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk tersebut.

China menjadi wilayah ke-40 yang disertifikasi bebas malaria oleh WHO. Sebelum China, tahun ini WHO juga sudah memberikan sertifikasi serupa kepada El Salvador.

"Kami mengucapkan selamat kepada orang-orang China karena telah membersihkan negara dari malaria. Keberhasilan mereka diperoleh dengan susah payah dan datang hanya setelah beberapa dekade tindakan yang ditargetkan dan berkelanjutan," ungkap Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, seperti dikutip Channel News Asia.

Sertifikasi ini diberikan untuk negara yang mencatat 0 kasus malaria setidaknya dalam tiga tahun berturut-turut. WHO juga menuntut bukti yang kuat dan meminta negara menunjukkan kapasitas untuk mencegah penularan kembali.

Baca Juga: Jelang 100 tahun Partai Komunis, Xi Jinping ajak semua kader untuk tetap setia

Pada periode 1940-an, China melaporkan 30 juta kasus penyakit malaria per tahun. Sekarang, China sudah bebas dari malaria dalam empat tahun berturut-turut.

Dengan ini, China menjadi negara pertama di wilayah Pasifik Barat WHO yang menerima sertifikasi bebas malaria dalam lebih dari tiga dekade. Negara lain dengan status tersertifikasi di kawasan tersebut adalah Australia pada tahun 1981, Singapura pada tahun 1982, dan Brunei pada tahun 1987.

Menjadi pionir perang terhadap malaria

Dalam catatan WHO, China mulai mencari tahu di mana malaria menyebar dan mulai memeranginya dengan berbagai obat-obatan pencegah sejak tahun 1950-an.

Beberapa langkah yang dilakukan adalah mengurangi tempat berkembang biak nyamuk dan meningkatkan penyemprotan insektisida di rumah-rumah. Cara-cara tersebut sampai saat ini masih terus digunakan di hampir seluruh negara di dunia.

Baca Juga: Mampukah vaksin corona China melindungi terhadap varian Delta? Ini kata ahli

Dilansir dari Channel News Asia, pada tahun 1960-an China meluncurkan program ilmiah untuk menemukan pengobatan malaria baru, yang mengarah pada penemuan artemisinin pada tahun 1970-an.

Artemisinin merupakan senyawa inti terapi kombinasi berbasis artemisinin (ACTs), yang merupakan obat antimalaria paling efektif yang tersedia.

Upaya perang terus berlanjut sampai periode 1980-an ketika China menjadi salah satu negara pertama yang secara ekstensif menguji penggunaan kelambu berinsektisida untuk mencegah malaria. Pada tahun 1988, lebih dari 2,4 juta telah didistribusikan secara nasional.

Pada akhir tahun 1990, jumlah kasus malaria di China telah turun drastis menjadi 117.000, dan kematian telah berkurang hingga 95%.

Setelah empat tahun berturut-turut tanpa kasus asli, China mengajukan sertifikasi WHO pada tahun 2020. Para ahli melakukan perjalanan ke China pada Mei tahun ini.

Selanjutnya: Hari ini Partai Komunis China ulang tahun ke-100, simak pesan Xi Jinping



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×