Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
“Baik komunitas intelijen Taiwan dan Amerika harus mulai mengawasi pelayaran sipil utama China dengan cara yang sama seperti mereka mengawasi kapal angkatan lautnya,” tulisnya pada saat itu.
Meskipun gagasan untuk menggunakan feri penumpang di zona konflik mungkin terdengar tidak biasa, hal ini mencerminkan sejauh mana sektor swasta China terikat dengan partai komunis yang berkuasa dan kebijakan militer pemerintah di Beijing.
Hal ini juga membuat perencanaan pertahanan menjadi jauh lebih kompleks, kata para analis.
“Feri sipil adalah bagian dari konsep China yang lebih luas mengenai fusi militer-sipil, yang mana aset dan kemampuan sipil merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya seluruh negara dalam keamanan nasional,” kata Alessio Patalano, profesor perang dan strategi Asia Timur di Departemen Studi Perang, King's College London.
Dia menambahkan, meskipun sulit untuk mengatakan apakah pergerakan kapal feri penumpang merupakan bagian dari persiapan perang, niat China yang lebih luas sudah jelas.
“Tidak ada yang disembunyikan mengenai pembangunan militer China,” tambahnya.
Baca Juga: China Luncurkan Latihan Perang Hukuman di Sekitar Taiwan
AS prihatin
Mengutip Reuters, sebelumnya diberitakan, Beijing meluncurkan latihan militer selama dua hari di perairan sekitar Taiwan pada hari Kamis pekan lalu yang disebut sebagai “hukuman berat” atas “tindakan separatis” setelah pidato pelantikan yang berapi-api di Taipei awal pekan ini oleh Lai Ching-te.
Lai dilantik sebagai Presiden Taiwan untuk masa jabatan empat tahun.
Ini adalah rangkaian latihan mengelilingi pulau ketiga dalam dua tahun terakhir.
“Kami mendesak China untuk menahan diri dan berhenti merusak perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan dan sekitarnya,” kata Kementerian Luar Negeri Taiwan.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan pada hari Sabtu (25/5/2024) bahwa AS “sangat prihatin” atas latihan militer China di Selat Taiwan dan sekitar Taiwan. AS mendesak China untuk menahan diri.
“Menggunakan transisi yang normal, rutin, dan demokratis sebagai alasan untuk melakukan provokasi militer berisiko meningkatkan eskalasi dan mengikis norma-norma lama yang selama beberapa dekade telah menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan,” kata Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan.
Baca Juga: China Tegur Anggota Parlemen Korea Selatan dan Jepang Karena Kunjungan ke Taiwan
Departemen Luar Negeri AS mengeluarkan pernyataan tersebut setelah China mengakhiri latihan perang dua hari di sekitar Taiwan yang melakukan simulasi serangan dengan pesawat pengebom.
China menganggap Taiwan yang demokratis sebagai bagian dari wilayahnya dan telah berjanji untuk menjadikan pulau itu di bawah kendalinya, mungkin dengan kekerasan.
Bahkan intelijen AS meyakini bahwa Xi Jinping telah memerintahkan PLA untuk siap mengambil alih pulau itu pada tahun 2027.