Sumber: TheIndependent.co.uk | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rusia resmi memulai pembangunan jembatan jalan pertama menuju Korea Utara yang melintasi Sungai Tumen, menandai penguatan hubungan bilateral antara Moskow dan Pyongyang.
Proyek ini merupakan yang pertama dalam sejarah yang menghubungkan kedua negara melalui jalur darat bagi kendaraan bermotor, menandai pergeseran besar dalam dinamika geopolitik regional Asia Timur.
Perdana Menteri Rusia, Mikhail Mishustin, menyebut pembangunan jembatan ini sebagai "tonggak signifikan" dalam hubungan kedua negara saat menghadiri seremoni peletakan batu pertama melalui konferensi video, bersama rekannya dari Korea Utara, Pak Thae Song.
ߏׯ؏Tumangang Road Bridge Construction Update
Recent satellite imagery shows the construction of the road bridge has stalled. Once completed, this will be the first bridge solely dedicated to vehicle traffic between North Korea and Russia.
More here: https://t.co/BFOsx16cOX pic.twitter.com/fsRZ8uCZsK — CSIS Korea Chair (@CSISKoreaChair) April 22, 2025
Spesifikasi Jembatan Tumen: Proyek Infrastruktur Bernilai Lebih dari US$111 Juta
Jembatan ini akan membentang sepanjang 4,7 kilometer, termasuk jalan pendekat di kedua sisi. Panjang fisik jembatan mencapai 1 km dan memiliki lebar 7 meter, cukup untuk dua jalur lalu lintas kendaraan. Di wilayah Rusia, jalan pendekat sepanjang 424 meter akan dibangun, sementara sisi Korea Utara mencakup 581 meter.
Baca Juga: Modus Licik Hacker Korea Utara Susupi Perusahaan Kripto AS, Begini Cara Kerjanya
Berdasarkan dekrit Perdana Menteri Rusia dari Februari 2025, nilai proyek ini melebihi US$111 juta, menjadikannya salah satu proyek infrastruktur paling ambisius antara dua negara yang selama ini relatif terisolasi dalam tatanan global.
Menurut pernyataan resmi, jembatan ini dirancang untuk mendukung pergerakan sekitar 300 kendaraan dan 2.850 orang per hari, berpotensi membuka jalur baru bagi pariwisata, perdagangan lintas batas, dan mobilitas warga.
Aliansi Militer Rusia-Korea Utara: Dari Logistik ke Kolaborasi Tempur
Pembangunan jembatan ini terjadi di tengah peningkatan dukungan militer Korea Utara terhadap invasi Rusia ke Ukraina.
Pyongyang telah mengirimkan sekitar 15.000 tentara ke Rusia, di mana menurut Badan Intelijen Nasional Korea Selatan (NIS), 4.700 di antaranya telah gugur atau terluka dalam konflik, terutama di wilayah perbatasan Kursk yang direbut kembali oleh Ukraina tahun lalu.
Sebagai imbalan atas dukungan ini, Rusia diduga telah memasok Korea Utara dengan rudal pertahanan udara, peralatan perang elektronik, drone, serta teknologi peluncuran satelit mata-mata, mempererat ikatan strategis dan teknologi antara keduanya.
Menurut Institute for the Study of War, jembatan ini tidak hanya akan memperkuat hubungan sipil, tetapi juga akan digunakan untuk transportasi material militer, memperkuat kerjasama logistik antara dua negara yang sama-sama dikenai sanksi internasional.
Jaringan Transportasi Rusia-Korea Utara: Dari Rel ke Jalan Raya
Sebelum proyek ini, satu-satunya koneksi fisik antara Rusia dan Korea Utara adalah jembatan rel di atas Sungai Tumen. Kesepakatan pembangunan jembatan jalan disepakati pada Juni 2024, dan kini resmi direalisasikan, mengubah lanskap infrastruktur lintas batas Asia Timur Laut.
Dengan adanya dua jalur utama – rel dan jalan raya – antara Rusia dan Korea Utara, kolaborasi antara kedua negara diperkirakan akan semakin intensif, mencakup sektor energi, militer, logistik, dan komunikasi strategis.
Baca Juga: Untuk Kali Pertama, Korea Utara Akui Kirim pasukan ke Rusia
Simbol Diplomasi Baru di Asia Timur Laut
Peletakan batu pertama jembatan ini menjadi simbol diplomatik penting, terutama ketika banyak negara di dunia mengasingkan Pyongyang karena pelanggaran hak asasi manusia dan program nuklirnya. Sementara itu, Rusia menghadapi isolasi internasional akibat invasinya ke Ukraina.
Dalam pidatonya, Mishustin menyatakan bahwa jembatan ini merupakan “dasar yang dapat diandalkan bagi kerja sama yang lebih erat” dan “jalan menuju dialog terbuka dan produktif.” Sedangkan Pak Thae Song menyebut proyek ini sebagai “monumen sejarah dalam hubungan bilateral.”
Reaksi Global: Kekhawatiran atas Penguatan Aliansi Otoriter
Peningkatan kolaborasi antara dua rezim otoriter ini menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan komunitas internasional. Amerika Serikat dan sekutunya menilai bahwa pembangunan jembatan dan kerjasama militer yang menyertainya berpotensi mengganggu stabilitas kawasan, khususnya di Semenanjung Korea dan Ukraina.
Pengamat juga menyoroti bahwa jembatan ini bisa digunakan untuk mempercepat pengiriman senjata dan amunisi dari Korea Utara ke Rusia, melanggar berbagai sanksi PBB yang melarang ekspor senjata dari Pyongyang.