CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.466.000   -11.000   -0,74%
  • USD/IDR 15.860   -72,00   -0,46%
  • IDX 7.215   -94,11   -1,29%
  • KOMPAS100 1.103   -14,64   -1,31%
  • LQ45 876   -10,76   -1,21%
  • ISSI 218   -3,03   -1,37%
  • IDX30 448   -5,87   -1,29%
  • IDXHIDIV20 540   -6,91   -1,26%
  • IDX80 126   -1,77   -1,38%
  • IDXV30 135   -1,94   -1,41%
  • IDXQ30 149   -1,85   -1,22%

COP29 Mengincar Pendanaan US$ 1 Triliun Untuk Negara Berkembang


Kamis, 14 November 2024 / 18:20 WIB
COP29 Mengincar Pendanaan US$ 1 Triliun Untuk Negara Berkembang
ILUSTRASI. KTT COP29 di Dubai Uni Emirat Arab, atau the UN Framework Convention on Climate Change (COP28) ke-28 akan berlangsung tanggal 30 November 2023 hingga 12 Desember 2023 di Expo City Dubai. Foto : Ist /cop28.com


Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana

KONTAN.CO.ID - BAKU. Kebutuhan dana menjadi fokus pembicaraan dalam konferensi iklim COP29 di Azerbaijan. Para ahli mengatakan negara-negara miskin membutuhkan setidaknya US$ 1 triliun per tahun untuk beralih ke energi yang lebih hijau dan melindungi diri dari cuaca ekstrem.

Keberhasilan pertemuan puncak tersebut akan dinilai berdasarkan apakah negara-negara dapat menyetujui target baru tentang berapa banyak negara-negara kaya, pemberi pinjaman pembangunan, dan sektor swasta menyediakan dana setiap tahun kepada negara-negara berkembang untuk membiayai aksi iklim.

Sebelumnya, kebutuhan dana sebesar US$ 100 miliar per tahun seharusnya terpenuhi dua tahun kemudian pada tahun 2022 baru akan tercapai pada 2025. OECD pada awal tahun ini mengatakan, sebagian besar dalam bentuk pinjaman daripada hibah sesuatu yang menurut penerima perlu diubah.

Baca Juga: COP 29: Indonesia - Jepang Tingkatkan Kerja Sama Perdagangan Karbon

Laporan dari Kelompok Pakar Tingkat Tinggi Independen tentang Keuangan Iklim mengatakan target angka tahunan perlu naik menjadi US$ 1,3 triliun per tahun pada tahun 2035, atau berpotensi lebih tinggi lagi jika negara-negara maju menunda langkah mereka sekarang. "Setiap kekurangan investasi sebelum tahun 2030 akan memberikan tekanan tambahan pada tahun-tahun berikutnya," kata laporan itu. Laporan tersebut memaparkan jika semakin sedikit yang dicapai dunia sekarang maka semakin banyak yang perlu diinvestasikan nanti. 

Namun, saat ini negosiasi masih berlangsung dan masih banyak perbedaan pandangan di antara delegasi sehingga belum ada kesepakatan. Beberapa negara maju, seperti negara-negara Barat, cenderung enggan meningkatkan kontribusi kecuali negara besar seperti China yang berkomitmen. 

Selain itu, ada kemungkinan Amerika Serikat keluar dari kesepakatan pembiayaan di masa depan. Di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump, tantangan dalam pencarian sumber dana yang cukup juga semakin sulit. 

Sementara itu, bank-bank pembangunan multilateral, seperti Bank Dunia, telah merencanakan meningkatkan pembiayaan iklim mereka hingga 60% menjadi US$ 120 miliar per tahun pada 2030 dengan tambahan setidaknya US$ 65 miliar dari sektor swasta. Beberapa negara juga mulai mempertimbangkan untuk mengenakan pajak pada sektor-sektor yang mencemari, seperti penerbangan, bahan bakar fosil, dan pengiriman, meskipun kesepakatan mengenai ini diperkirakan tidak akan tercapai dalam konferensi ini.

Pada Kamis, Zakir Nuriyev, kepala Asosiasi Bank Azerbaijan, mengumumkan komitmen dari 22 bank negara tersebut untuk mengalokasikan hampir US$ 1,2 miliar guna membiayai proyek-proyek yang membantu Azerbaijan bertransisi ke ekonomi rendah karbon.

Di sisi diplomatik, COP29 juga telah mengalami ketegangan. Menteri Iklim Prancis Agnès Pannier-Runacher membatalkan kehadirannya setelah Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev menuduh Prancis melakukan kejahatan di wilayah luar negeri mereka di Karibia. Selain itu, beberapa negara, seperti Argentina, juga menarik negosiator dari perundingan COP29, meskipun alasan pasti dari keputusan tersebut belum diketahui.

Menteri iklim Prancis Agnès Pannier-Runacher pada Rabu membatalkan perjalanannya ke COP29, setelah Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev menuduh Prancis melakukan kejahatan di wilayah seberang lautnya di Karibia. "Suara-suara masyarakat ini sering kali ditindas secara brutal oleh rezim di kota metropolitan mereka," kata Aliyev dalam konferensi tersebut.

Baca Juga: PLN Siap Dukung Target Capai 75% Energi Baru Terbarukan hingga 2040

Selanjutnya: Menilk Langkah TBS Energy (TOBA) Kembangkan Bisnis Non Batubara Menuju Bisnis Hijau

Menarik Dibaca: 2 Promo Hiburan 11.11 Wondr BNI Beli 1 Gratis 1 Tiket-Popcorn di CGV dan Cinepolis



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×