Sumber: Bloomberg | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - TOKYO. Pertumbuhan ekonomi Jepang yang di luar dugaan memberikan tambahan spekulatif di tengah pelemahan ekonomi domestik. Kini, para pemangku kebijakan pun tengah bersiap untuk menaikkan pajak penjualan pada Oktober 2019 mendatang untuk membantu pertumbuhan ekonomi.
Produk domestik bruto (PDB) Jepang tercatat meningkat secara tahunan menjadi 2,1%. Namun pendorong terbesar adalah aktifitas impor yang merosot lebih dalam dibanding ekspor. Hal ini menandakan bahwa ekspor menjadi salah satu penyumbang ekonomi terbesar.
Adapun, Bloomberg pada Senin (20/5) memandang bahwa penurunan transaksi impor di Jepang disebabkan oleh permintaan yang menurun, praktis hal ini membuat angka PDB agak menyesatkan.
Pilar ekonomi Jepang yaitu ekspor, belanja modal (capital spending) dan konsumsi semuanya terpantau melambat di kuartal pertama 2019. Ekspor misalnya anjlok 2,4% di kuartal I 2019, persentase ini merupakan yang terparah sejak tahun 2015.
Namun, ada beberapa faktor pula yang menandakan bahwa ekonomi Jepang masih kuat melawan terpaan pelemahan ekonomi. Semisal belanja masyarakat relatif masih membaik atau terpantau stabil dengan tren naik.
Penurunan impor yang besar memberikan dampak pada perdagangan bersih yang lebih mendukung pertumbuhan ekonomi. Kenaikan pajak cenderung berefek pada angka PDB. Para pelaku usaha berpendapat kalau impor harus didorong.
Partai Penguasa Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe memandang kalau kebijakan pajak bisa menggelincirkan ekonomi bila dijalankan dengan tidak tepat.
Meski begitu, Menteri bidang Perekonomian Jepang Toshimitsu Motegi menegaskan bahwa tidak ada perubahan dalam rencana Pemerintah untuk menaikkan pajak.
Alasan lain untuk berhati-hati adalah bahwa angka PDB tunduk pada revisi besar. Sebuah studi tahun 2015 menemukan bahwa revisi Jepang terhadap angka pertumbuhan dari tahun ke tahun merupakan yang terbesar kedua di antara 18 negara yang tergabung di OECD.
Pada tahun 2014 lalu Abe memutuskan untuk menunda kenaikan pajak penjualan untuk pertama kalinya, angka PDB awal menunjukkan ekonomi menyusut 1,6% dari kuartal sebelumnya. Angka itu kemudian direvisi menjadi hasil akhir 0,3%.
"Diskusi panjang tentang penundaan pajak mungkin akan diselesaikan," kata Hiroyasu Ando, Ekonom Senior Sumitomo Mitsui Banking. Ia juga mengatakan bahwa sejauh ini angka ekonomi Jepang belum menguat, pengeluaran atau belanja rumah tangga, dan investasi di pasar modal relatif negatif. Ini menunjukkan bahwa permintaan pasar domestik selama satu kuartal terakhir berjalan melambat.
Di sisi lain belanja modal terbilang stabil dan lebih baik dari yang diharapkan pada kuartal I 2019. Jepang punya kemampuan lebih besar untuk menghadapi situasi ekonomi yang kian sulit, apalagi ditambah dampak perang dagang antara Amerika Serikat dan China
"Stimulus fiskal sudah masuk dalam rencana. Kenaikan pajak penjualan harus dapat mendukung pertumbuhan di kuartal II dan II," ujar Yuki Masujima, Ekonom Senior.
PDB Jepang diperkirakan akan tumbuh di kuartal kedua dan ketiga, sebagian berkat stimulus fiskal yang diterapkan oleh Pemerintah, hal ini menjadi bantalan sebelum kontraksi yang bakal terjadi di kuartal IV ketika kenaikan pajak penjualan berlaku. Ekonom juga memperkirakan konsumsi swasta yang turun 0,1% di kuartal I 2019 akan naik menjelang kenaikan pajak.
Namun prospek ekonomi ke depan, dinilai sangat bergantung pada faktor-faktor eksternal yang tidak dapat diprediksi, terutama perang dagang.
"Saya masih berpikir bahwa ekonomi berada dalam masa sulit, ada pada sisi negatifnya. Dengan ketidakpastian atas ekonomi China dan perang dagang dengan AS," kata Yoshiki Shinke, Kepala Ekonom Dai-ichi Liefe Research Institute.