kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Diprediksi tumbuh 6,2% tahun ini, ekonomi China terlemah dalam 29 tahun terakhir


Selasa, 15 Oktober 2019 / 15:07 WIB
Diprediksi tumbuh 6,2% tahun ini, ekonomi China terlemah dalam 29 tahun terakhir
ILUSTRASI. Pertumbuhan ekonomi China diperkirakan akan melambat ke level terendah dalam 30 tahun yakni sekitar 6,2% tahun ini.


Reporter: Khomarul Hidayat | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - BEIJING. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok diperkirakan akan melambat ke level terendah dalam 29 tahun terakhir yakni sekitar 6,2% tahun ini. Hasil jajak pendapat Reuters menyebutkan, ekonomi China diperkirakan bakal lebih lambat lagi menjadi 5,9% pada tahun 2020.

Hasil survei ini mengindikasikan ada tantangan berat yang dihadapi ekonomi China bahkan saat negeri tersebut meningkatkan stimulus di tengah perang perdagangan China-Amerika Serikat (AS) yang menyakitkan.

Perkiraan median untuk pertumbuhan ekonomi 2019 berada di dekat ujung bawah kisaran target Pemerintah China sekitar 6%-6,5%, dan akan menjadi ekspansi terlemah sejak tahun 1990 silam.

Baca Juga: Ekonomi China kian lesu, pemerintah pusat minta pemda bekerja lebih serius

Poling 83 analis itu juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi China di kuartal III 2019 hanya sebesar 6,1%, tidak berubah dari survei terakhir yang dilakukan pada bulan Juli 2019. Di kuartal II 2019 lalu, ekonomi China tumbuh 6,2%.

Secara keseluruhan, proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini itu akan menandai perlambatan lebih lanjut dari pertumbuhan ekonomi sebesar 6,6% pada 2018 dan 6,8% pada 2017.

China akan merilis data produk domestik bruto (PDB) kuartal III 2019 pada 18 Oktober mendatang.

Baca Juga: Kian mahal, harga daging babi di China meroket 69,3% pada September

Hasil survei Reuters tersebut juga memprediksikan ekonomi China kemungkinan akan lebih pelan lagi pada tahun depan yakni 5,9%, di bawah perkiraan 6,0% dalam survei sebelumnya.

Agaknya China perlu menggelontorkan stimulus lebih banyak untuk menangkal perlambatan yang lebih tajam dan mencegah lebih banyak kehilangan pekerjaan.

"Jika pasar tenaga kerja memburuk tajam pada akhir 2019 dan awal 2020, dukungan kebijakan dapat meningkat pada Maret tahun depan," kata Tao Wang, Ekonom China di UBS dalam sebuah catatan yang dikutip Reuters.

Ketika langkah-langkah kebijakan antisipasi menguat dan mulai berlaku, Wang melihat pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) China akan rebound mulai kuartal II 2020 dan seterusnya.

Baca Juga: China tetapkan nilai tengah yuan di level terkuat dalam sebulan terakhir

Beijing telah mengandalkan kombinasi stimulus fiskal dan pelonggaran moneter untuk mengatasi perlambatan ekonomi saat ini. Tetapi analis mengatakan ruang untuk langkah kebijakan yang agresif telah dibatasi oleh kekhawatiran atas risiko utang dan perumahan.

Gubernur bank sentral China Yi Gang mengatakan pada akhir September lalu bahwa tidak ada kebutuhan mendesak untuk menerapkan pemotongan suku bunga besar.

Namun, analis dalam jajak pendapat Reuters terbaru memperkirakan Bank Sentral China akan melonggarkan kebijakan lebih lanjut dengan memotong reserve retirement ratios (RRR) bank dan suku bunga pinjaman satu tahun yang merupakan suku bunga acuan pinjaman baru.

Bank Sentral China telah memotong RRR tujuh kali sejak awal 2018, juga dua kali menggunting bunga pinjaman satu tahun sejak Agustus 2019.

Analis menebak, Bank Sentral China akan memangkas RRR 50 basis-poin lagi pada kuartal IV 2019, dan dua kali lagi pada paruh pertama 2020.

Baca Juga: China ingin berbicara lebih banyak sebelum menandatangani kesepakatan dengan AS




TERBARU

[X]
×