Sumber: The Guardian | Editor: Noverius Laoli
Meski AS baru menandatangani satu kesepakatan dagang dengan Inggris, ekspektasi adanya kemajuan lebih lanjut atau penundaan tarif mendorong reli besar di pasar saham. Indeks S&P 500 mencetak rekor tertinggi pada akhir Juni.
Menurut Bloomberg, ini adalah ketiga kalinya dalam 100 tahun terakhir S&P 500 sempat turun 10% dan kembali mencatat keuntungan dalam satu kuartal yang sama.
Ipek Ozkardeskaya dari Swissquote Bank mengatakan, pasar saham AS telah “melupakan” tekanan dari perang dagang.
Baca Juga: Pelemahan Dolar AS Buka Peluang, Reksadana Offshore Tetap Menarik di Kuartal II-2025
“Menariknya, reli pasar bukan didorong oleh kemajuan nyata dalam negosiasi, melainkan oleh keyakinan bahwa Trump akan mundur (Taco) dan ketakutan investor tertinggal dari tren pasar (Fomo),” ujarnya.
Ia menambahkan, pelaku pasar juga yakin The Fed akan memangkas suku bunga dalam waktu dekat, pertumbuhan laba tetap kuat, dan teknologi AI akan meningkatkan produktivitas serta menurunkan biaya.
Meski demikian, kinerja pasar saham AS masih tertinggal dibandingkan Eropa. Sepanjang 2025, S&P 500 hanya naik 5%, sedangkan indeks Stoxx 600 Eropa naik 7%, FTSE 100 Inggris naik 7,2%, dan DAX Jerman melonjak 20%. Inggris menjadi salah satu pasar berkinerja terbaik secara global selama semester pertama tahun ini.
Analis AJ Bell, Dan Coatsworth, mengatakan, “Tarif, penurunan proyeksi laba dan ekonomi, serta konflik geopolitik menjadi faktor utama yang membentuk pasar di paruh pertama 2025. Ketidakpastian ini memengaruhi harga aset, kepercayaan bisnis dan konsumen, serta mendorong pergeseran besar dalam preferensi investasi. AS bukan lagi pilihan utama banyak portofolio.”
Baca Juga: Bank Sentral Banyak Tinggalkan Dolar AS,Pamor Greenback sebagai Safe Haven Terancam?
Saham teknologi menunjukkan performa yang bervariasi. Saham Meta (induk Facebook) naik 25% didorong pendapatan dari investasi AI. Namun, saham Apple turun hampir 20% karena kekhawatiran dampak tarif atas impor dari China dan anggapan bahwa Apple tertinggal dalam pengembangan AI.
Dean Turner dari UBS menyatakan, awal tahun ditandai dengan optimisme atas pertumbuhan dan laba yang kuat. Namun, pengumuman tarif “Hari Pembebasan” memicu koreksi tajam – S&P 500 anjlok 10,5% dalam dua hari, volatilitas melonjak, dan dolar melemah. Setelah itu, pasar pulih dengan cepat berkat penundaan tarif dan kinerja positif sektor AI.
Selain itu, emas mencatat kinerja yang kuat pada 2025. Harga logam mulia ini melonjak 25% karena investor mencari aset aman di tengah ketidakpastian pasar.