Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID. Dolar Amerika Serikat (AS) menguat tipis pada perdagangan Senin (23/6), seiring meningkatnya kekhawatiran investor terhadap ketegangan geopolitik setelah serangan AS terhadap fasilitas nuklir Iran.
Meski demikian, penguatan dolar masih terbatas, mencerminkan sikap pasar yang menunggu respons resmi dari Iran.
Kondisi geopolitik yang memanas juga mendorong lonjakan harga minyak ke level tertinggi dalam lima bulan terakhir.
Baca Juga: Iran Geram! Parlemen Setujui Penutupan Selat Hormuz Usai Serangan AS ke Situs Nuklir
Sementara itu, pasar saham global melemah, menjadi reaksi pertama terhadap serangan udara AS akhir pekan lalu.
Di pasar valuta asing, dolar AS menguat terhadap mayoritas mata uang utama. Terpantau, dolar naik 0,25% terhadap yen Jepang menjadi 146,415, setelah sempat menyentuh level tertinggi dalam sebulan.
Sementara itu, euro melemah 0,33% menjadi US$ 1,1484. Dolar Australia, yang kerap dianggap sebagai mata uang proksi risiko, turun 0,2% menjadi US$ 0,6437, mendekati posisi terendah dalam lebih dari tiga pekan.
Indeks dolar AS yang mengukur kinerja greenback terhadap enam mata uang utama dunia naik 0,12% ke level 99,037.
Poundsterling Inggris juga melemah 0,25% menjadi US$ 1,34175. Adapun dolar Selandia Baru turun 0,24% menjadi US$ 0,5952.
Baca Juga: Perang Israel vs Iran Menguras Anggaran, Biayanya Capai Rp 3,2 Triliun per Hari
Pasar Dalam Mode Wait and See
Analis mata uang Commonwealth Bank of Australia, Carol Kong, mengatakan pasar sedang berada dalam mode wait-and-see, menanti bagaimana reaksi Iran.
Menurutnya, perhatian pasar lebih tertuju pada dampak inflasi dari konflik ketimbang pelemahan ekonomi secara langsung.
“Pasar mata uang akan sangat bergantung pada pernyataan dan tindakan dari pemerintah Iran, Israel, dan AS. Risiko lebih condong ke arah penguatan mata uang safe haven bila konflik semakin meningkat,” ujarnya.
Iran sebelumnya berjanji akan membalas serangan AS yang menjatuhkan bom penghancur bunker seberat 30.000 pon di atas situs nuklir Fordow.
Di sisi lain, pejabat AS mendesak Iran untuk menahan diri, sementara protes anti-perang mulai bermunculan di beberapa kota di AS.
Sebagai bentuk tekanan terhadap Barat, parlemen Iran menyetujui usulan penutupan Selat Hormuz, jalur sempit strategis yang dilewati hampir seperempat pengiriman minyak dunia.
Selat ini berbatasan dengan Oman dan Uni Emirat Arab, serta menjadi jalur vital perdagangan energi global.
Baca Juga: Setiap Warga Amerika Kini Jadi Target! Peringatan Keras Iran Usai Serangan AS
Risiko Eskalasi Konflik Masih Dihitung
Charu Chanana, Kepala Strategi Investasi di Saxo Bank, menyatakan pasar saat ini masih memperlakukan serangan AS ke Iran sebagai peristiwa terbatas, bukan awal dari perang skala besar.
“Aliran modal ke aset safe haven masih terbatas, menunjukkan investor menganggap ini sebagai eskalasi satu kali, bukan gangguan terhadap pasokan energi atau perdagangan global,” ujarnya.
Meskipun dolar AS kembali berperan sebagai aset safe haven di tengah krisis geopolitik, penguatannya masih relatif moderat.
Hal ini menunjukkan investor masih berhati-hati dan belum sepenuhnya beralih ke greenback.
Dolar AS diketahui telah turun 8,6% sepanjang tahun ini terhadap mata uang utama dunia, seiring meningkatnya ketidakpastian akibat kebijakan tarif Presiden Donald Trump yang memicu kekhawatiran atas perlambatan ekonomi AS.
Baca Juga: Pentagon Siaga! 40.000 Tentara AS di Timur Tengah Terancam Usai Serangan ke Iran
Pasar Kripto Mulai Pulih
Di pasar aset kripto, harga Bitcoin naik 1,3% pada awal perdagangan Senin, setelah sempat turun sekitar 4% pada Minggu. Ethereum juga menguat 2,3% setelah ambles 9% di sesi sebelumnya.