Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konflik bersenjata antara Israel dan Iran membawa konsekuensi ekonomi yang sangat besar bagi Tel Aviv.
Menurut middleeastmonitor dari laporan The Wall Street Journal yang dikutip oleh Anadolu Agency, perang ini diperkirakan menguras anggaran Israel hingga US$200 juta (sekitar Rp 3,2 triliun) per hari. Angka yang mengejutkan ini kini menjadi tekanan utama yang dapat membatasi durasi konflik.
Sistem Pertahanan Rudal Jadi Pengeluaran Termahal
Pengeluaran terbesar berasal dari intersepsi rudal yang diluncurkan Iran. Sistem pertahanan canggih seperti David’s Sling dan Arrow 3 digunakan secara intensif untuk menghadang lebih dari 400 rudal yang ditembakkan dalam beberapa hari terakhir.
Baca Juga: Donald Trump Klaim Serangan Bom AS Hancurkan Program Nuklir Iran
Biaya setiap intersepsi tidak main-main—mulai dari US$700.000 hingga US$4 juta per rudal. Aktivasi berulang sistem ini menambah beban besar bagi anggaran pertahanan Israel.
Operasi Ofensif Ikut Menguras Anggaran
Selain pertahanan, operasi ofensif jarak jauh juga memperparah beban keuangan. Penggunaan jet tempur F-35 untuk menyerang target di Iran—sekitar 1.600 kilometer dari Israel—memakan biaya sekitar US$10.000 per jam per pesawat, belum termasuk harga amunisi presisi seperti JDAM dan MK84.
Lembaga riset ekonomi Aaron Institute for Economic Policy memperkirakan bahwa jika perang berlangsung selama satu bulan, total biaya konflik bisa mencapai US$12 miliar.
Lebih Mahal dari Perang Gaza dan Hezbollah
Ekonom Israel, Zvi Eckstein, menegaskan bahwa perang ini jauh lebih mahal dibandingkan konflik sebelumnya di Gaza atau Lebanon selatan. “Amunisi—baik untuk pertahanan maupun serangan—adalah beban terbesar dalam konflik ini,” katanya.
Meski pasar keuangan Israel tetap stabil—bahkan beberapa sektor mengalami kenaikan—kerusakan fisik di darat terus meningkat. Para insinyur memperkirakan biaya rekonstruksi akibat serangan rudal akan melebihi US$400 juta, seiring dengan rusaknya ratusan bangunan dan evakuasi lebih dari 5.000 warga sipil.
Baca Juga: Dibom AS, Iran Tak Akan Biarkan Pengembangan Nuklir Dihentikan
Salah satu infrastruktur paling vital, kilang minyak terbesar Israel, sempat ditutup setelah terkena serangan. Beberapa sektor penting lainnya juga menghentikan operasional demi alasan keamanan.
Tekanan Ekonomi Bisa Pangkas Durasi Perang?
Meskipun tekanan ekonomi meningkat, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu belum menunjukkan tanda-tanda akan mengakhiri operasi militer dalam waktu dekat. Pemerintahannya tetap fokus pada tujuan strategis, seperti melumpuhkan program nuklir dan misil Iran.
Namun, mantan Gubernur Bank Sentral Israel, Karnit Flug, memperingatkan bahwa durasi konflik sangat menentukan keberlanjutan ekonomi negara. “Jika perang hanya berlangsung seminggu, dampaknya satu hal. Tapi jika dua minggu atau sebulan, ceritanya sangat berbeda,” ujarnya.