Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Amerika Serikat (AS) yang dikuasai Partai Republik dijadwalkan melakukan pemungutan suara pada Kamis dini hari untuk membuka debat mengenai rancangan undang-undang pajak dan belanja besar-besaran yang diusulkan oleh Presiden Donald Trump.
Pemungutan suara kedua untuk mengesahkan RUU ini dijadwalkan sebelum matahari terbit.
Langkah ini datang setelah berminggu-minggu perpecahan internal Partai Republik mengenai seberapa dalam pemotongan anggaran harus dilakukan, yang menimbulkan keraguan apakah Ketua DPR Mike Johnson dapat mengamankan mayoritas tipis partainya yang berjumlah 220-212 kursi.
Baca Juga: Penolakan Trump atas Pajak Minimum Masih Sepi Tanggapan Global
Isi RUU: Perpanjangan Pemotongan Pajak, Pemangkasan Subsidi Hijau, dan Peningkatan Belanja Militer
RUU ini mencakup sejumlah kebijakan penting, antara lain:
-
Perpanjangan pemotongan pajak dari UU 2017 yang menjadi andalan Trump
-
Insentif pajak baru untuk penghasilan dari tip dan pinjaman kendaraan
-
Penghapusan berbagai subsidi energi hijau
-
Peningkatan anggaran untuk militer dan penegakan imigrasi
-
Pengetatan syarat kelayakan untuk program bantuan pangan dan kesehatan seperti Medicaid
Namun, menurut Kantor Anggaran Kongres (CBO) yang independen, RUU ini akan menambah utang nasional AS sebesar US$3,8 triliun dalam 10 tahun ke depan, memperburuk beban utang yang kini telah mencapai US$36,2 triliun.
Perlawanan Demokrat: "Penipuan Pajak untuk Para Miliarder"
Fraksi Demokrat secara tegas menolak RUU ini dan telah berupaya memperlambat proses dengan mengajukan lebih dari 520 amandemen saat pembahasan di komite DPR.
“Kami akan melawan habis-habisan,” tegas anggota DPR dari Partai Demokrat, Jim McGovern.
“Ini adalah penipuan pajak—dirancang untuk mencuri dari rakyat dan diberikan kepada teman-teman miliarder Trump,” tambahnya.
Baca Juga: Ambisius, Donald Trump Bakal Bangun Golden Dome Senilai Rp 2.858 Triliun!
Isu pemotongan pada program Medicaid menjadi titik friksi utama antara faksi konservatif garis keras dan kelompok moderat dalam Partai Republik. Para konservatif fiskal mendesak pemotongan belanja sebagai kompensasi atas pemotongan pajak, sementara moderat khawatir hal itu dapat menggerus dukungan pemilih di pemilu sela 2026.
Setelah pertemuan penting di Gedung Putih dengan Trump dan tokoh-tokoh konservatif, Johnson mengumumkan paket amandemen kompromi, termasuk:
-
Penerapan persyaratan kerja untuk Medicaid dimajukan ke akhir 2026
-
Sanksi terhadap negara bagian yang memperluas Medicaid di masa depan
-
Peningkatan batas potongan pajak negara bagian dan lokal dalam pajak penghasilan federal
Risiko Utang dan Downgrade Peringkat Kredit
Kekhawatiran terhadap lonjakan utang nasional meningkat setelah lembaga pemeringkat Moody’s mencabut peringkat kredit tertinggi AS pekan lalu. Pasar saham pun merespons negatif, mencerminkan kekhawatiran investor.
Baca Juga: Puluhan Ribu Pegawai Federal AS Mundur di Tengah Ancaman PHK dari Pemerintahan Trump
RUU ini juga mencakup kenaikan plafon utang sebesar US$4 triliun, menjelang batas waktu kritis musim panas ini ketika Departemen Keuangan AS diperkirakan akan kehabisan dana untuk membayar kewajiban negara. Gagal menaikkan plafon utang dapat memicu default bersejarah yang akan mengguncang pasar global.
Presiden Trump menyebut RUU ini sebagai "big, beautiful bill" yang diyakini akan memicu pertumbuhan ekonomi. Namun, klaim serupa pernah diajukan saat pemotongan pajak 2017, yang menurut CBO justru menambah defisit federal hampir US$1,9 triliun selama satu dekade.
Meski demikian, Partai Republik tetap optimistis dan menolak proyeksi CBO serta downgrade dari Moody’s, dengan alasan bahwa pertumbuhan ekonomi akan menutupi biaya dari pemotongan pajak.