Sumber: The New York Times | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham Tesla mengalami kenaikan pada Jumat (6 Juni 2025), bangkit dari salah satu penurunan terburuknya dalam beberapa tahun terakhir.
Kenaikan ini terjadi sehari setelah hubungan antara CEO Tesla Elon Musk dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump berakhir dengan saling lempar hinaan dan ketegangan politik yang mendalam.
Pada akhir perdagangan Jumat, saham Tesla naik sebesar 3,7 persen. Namun, pemulihan ini belum cukup untuk mengimbangi kerugian besar yang terjadi pada hari sebelumnya, ketika saham anjlok lebih dari 14 persen—penurunan harian terbesar kedua sejak 2020. Secara keseluruhan, saham Tesla melemah hampir 15 persen sepanjang pekan ini.
Konflik Politik Memicu Kekhawatiran Investor
Ketegangan dimulai saat Elon Musk secara terbuka mengecam rancangan undang-undang yang diusung oleh Presiden Trump, menyebutnya sebagai “aib besar.”
Baca Juga: Wall Street Ditutup Menguat: S&P 500 Tembus 6.000, Tesla Rebound
Trump merespons dengan mengancam akan mencabut kontrak federal dan subsidi pajak yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan milik Musk, termasuk Tesla, SpaceX, dan Neuralink—yang nilainya mencapai miliaran dolar.
Bagi investor, Tesla yang merupakan satu-satunya perusahaan Musk yang tercatat di bursa saham menjadi perhatian utama. Fokus perusahaan terhadap pengembangan kendaraan otonom kini berpotensi menghadapi hambatan besar, mengingat pemerintah federal memiliki kewenangan dalam mengatur dan menyetujui teknologi tersebut.
Analis: Sentimen Negatif Bisa Menggerus Nilai Saham
“Sulit untuk merasa optimis terhadap saham Tesla saat ini, mengingat apa yang terjadi minggu ini,” ujar James Stanley, analis senior di StoneX. “Harga saham Tesla sebelumnya melambung karena harapan akan hubungan yang baik dengan pemerintahan Trump, dan kini sepertinya harapan itu pudar.”
Stanley menambahkan bahwa Elon Musk memiliki kemampuan untuk membuat investor melihat jauh ke masa depan dan mengabaikan tantangan saat ini. Namun, kondisi politik saat ini membuat saham Tesla tampak dinilai terlalu tinggi, terutama dengan prospek hubungan yang kurang bersahabat dari pemerintahan Trump terhadap ambisi self-driving Tesla.
Meski demikian, sebagian analis tetap optimis terhadap masa depan Tesla. “Perseteruan antara Trump dan Musk tidak mengubah pandangan bullish kami terhadap masa depan kendaraan otonom,” tulis analis dari Wedbush Securities dalam catatan riset mereka pada Jumat.
Mereka menilai bahwa terlepas dari dinamika politik, teknologi dan ekosistem kendaraan listrik akan terus berkembang dalam jangka panjang.
Baca Juga: Tesla Tak Berminat Produksi Mobil Listrik di India, Hanya Fokus pada Showroom
Dampak Kebijakan Trump terhadap Tesla
Rancangan anggaran Partai Republik yang didukung Trump berencana menghapus kredit pajak sebesar US$7.500 untuk pembelian kendaraan listrik, yang selama ini membantu menekan harga jual mobil Tesla. Penghapusan insentif ini diperkirakan dapat memangkas keuntungan tahunan Tesla hingga US$1 miliar.
Selain itu, pemerintahan Trump berencana mencabut regulasi yang mengizinkan Tesla menjual kredit emisi kepada produsen mobil lain yang gagal memenuhi standar lingkungan. Pada kuartal pertama tahun ini, Tesla meraup US$595 juta dari penjualan kredit tersebut, lebih besar dari laba bersih perusahaan yang hanya US$409 juta.
Saham Tesla terus mengalami volatilitas sejak kemenangan Trump dalam pemilu 2024. Setelah reli tajam di akhir tahun lalu, saham mulai menurun pada 2025 akibat protes konsumen yang tidak setuju dengan pandangan politik Elon Musk. Hingga awal Juni ini, saham Tesla telah turun sekitar 22 persen secara year-to-date.