Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - BANGKOK. Mata uang yang menjadi episentrum dari krisis finansial Asia pada 1997 silam, kini muncul sebagai taruhan teraman di kawasan regional. Mata uang itu adalah baht Thailand.
Mengutip Bloomberg, nilai tukar baht tak banyak mengalami perubahan saat terjadi turbulensi akibat perang dagang pada bulan ini. Padahal, rekan-rekan sejawatnya sepertu rupe India dan won Korea Selatan telah keok hampir 3%.
Analis menilai, baht belum akan kehilangan statusnya sebagai aset teraman dalam waktu dekat. Kondisi ini didukung oleh kenaikan surplus neraca dagang dan cadangan devisa Negeri Gajah Putih yang menembus rekor.
Baca Juga: Pasca ledakan 6 bom: Baht kokoh, bursa saham terkapar
"Baht Thailand masih akan menjadi safe haven karena kami tidak melihat adanya dampak yang signifikan dari memburuknya perang dagang seperti yang dialami mata uang emerging lain," papar Jitipol Puksamatanan, chief strategist Krung Thai Bank Pcl yang berbasis di Bangkok.
Dia memprediksi, baht akan menguat ke level 30,25 per dollar AS pada akhir tahun dari posisi 30,74 pada Rabu (7/8).
Belakangan, emerging market global memang tengah terpukul oleh beragam sentimen yakni the Federal Reserve, Donald Trump, dan yuan China. Pada Senin (5/8) lalu, China membiarkan yuan melemah melampaui level 7 terhadap dollar di tengah ancaman penerapan kenaikan pajak impor oleh AS. Dua sentimen ini semakin membuat trader gelisah, setelah sebelumnya the Fed memberikan sinyal bahwa mereka tidak akan melanjutkan pelonggaran kebijakan.
Baca Juga: Trump effect juga menenggelamkan mata uang Asia, performa rupiah terburuk
Menurut Sim Moh Siong, currency strategist Bank of Singapore Ltd, tidak seperti Taiwan dan Korea Selatan, yang juga mencatatkan surplus neraca dagang, Thailand tidak secara langsung berada dalam rantai pasokan perdagangan global.
"Baht menjadi tempat berlindung bagi investor di kawasan regional pada masa-masa dilakukannya penghindaran risiko (risk aversion). Kinerja baht belakangan ini menjadi buktinya," kata Khoon Goh, head of Asia research Australia & New Zealand Banking Group Ltd di Singapura.