kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Edward Jenner, penemu vaksin pertama di dunia


Jumat, 28 Agustus 2020 / 14:47 WIB
Edward Jenner, penemu vaksin pertama di dunia


Penulis: Virdita Ratriani

KONTAN.CO.ID - Saat ini, perusahaan obat di dunia sedang berlomba menemukan vaksin virus corona baru. Beberapa vaksin potensial pun berhasil ditemukan. Penemu vaksin pertama adalah Edward Jenner. 

Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan, vaksin adalah suatu zat yang merupakan suatu bentuk produk biologi yang diketahui berasal dari virus, bakteri, atau dari kombinasi antara keduanya yang dilemahkan. 

Vaksin diberikan kepada individu yang sehat guna merangsang munculnya antibodi atau kekebalan tubuh. Tujuannya, guna mencegah dari infeksi penyakit tertentu.

Lantas, bagaimana sejarah vaksin dan siapa penemunya?

Baca Juga: Indonesia Siapkan Rp 3,8 Triliun untuk Uang Muka Pembelian Vaksin Covid-19 Tahun ini

Kisah penemu vaksin

Edward Jenner adalah penemu vaksin pertama di dunia. Pada awalnya, Edward Jenner merupakan penemu vaksin cacar yang kemudian menjadi landasan pembuatan vaksin-vaksin lainnya. 

Dilansir dari BBC, Edward Jenner adalah dokter asal Inggris. Pelopor vaksinasi cacar dan bapak imunologi ini lahir di Berkeley, Gloucestershire, pada 17 Mei 1749, anak dari pendeta setempat.

Pada usia 14 tahun, dia magang ke seorang ahli bedah lokal dan kemudian dilatih di London. Pada 1772, ia kembali ke Berkeley dan menghabiskan sebagian besar sisa kariernya sebagai dokter di kota asalnya.

Edward Jenner pada akhirnya menjadi salah satu ilmuwan paling terkenal dalam sejarah medis dan dijuluki sebagai Bapak Imunologi. 

Baca Juga: Menteri Erick prediksi harga vaksin Covid-19 Rp 440.000 per orang

Sejarah vaksin

Mengutip History of Vaccine, di awal masa Edward Jenner hidup pada 1750-an, cacar membunuh sekitar 10% populasi Inggris. Di kota-kota, infeksinya malah cepat menyebar dengan menular ke sekitar 20% penduduk.

Jumlah korban yang berjatuhan akibat penyakkit cacar mencapai jutaan orang selama berabad-abad.

Pada awalnya, Edward Jenner mengamati, para pemerah susu yang berkontak dengan cacar sapi tidak tertular cacar manusia. Cacar sapi hanya menimbulkan sedikit gejala pada wanita-wanita pemerah susu sapi. 

Baca Juga: Suntik vaksin Covid-19 massal di Indonesia gratis, tapi tidak berlaku bagi yang mampu

Pada 1796, Edward Jenner melakukan eksperimennya pada James Phipps yang berusia delapan tahun. Dia menguji teorinya, gadis pemerah susu yang menderita penyakit ringan cacar sapi tidak pernah tertular cacar, salah satu pembunuh terbesar pada masa itu, terutama di antara anak-anak.

Jenner kemudian menyuntikkan cairan dari lepuhan cacar sapi seorang gadis pemerah susu di Inggris kepada anak laki-laki berusia 8 tahun. Satu lepuhan muncul di tempat olesan tersebut, tapi anak laki-laki tersebut berhasil sembuh. 

Dia lalu berulang kali mencoba untuk membuat bocah tersebut kembali tertular cacar, nyatanya dia tidak pernah kembali sakit.  

Jenner pun telah menunjukkan imunisasi cacar. Kemudian, pada 1797, dia menyerahkan makalah ke Royal Society yang menjelaskan eksperimennya. 

Tetapi, Jenner diberi tahu bahwa idenya terlalu revolusioner dan membutuhkan lebih banyak bukti. Tanpa gentar, ia bereksperimen pada beberapa anak lain, termasuk putranya sendiri yang berusia 11 bulan. 

Baca Juga: 15 Juta masyarakat Indonesia bisa mendapatkan vaksin Covid-19 di akhir tahun 2020

Pada 1798, hasil akhirnya dipublikasikan dan Jenner menciptakan kata vaksin dari bahasa Latin 'vacca' untuk sapi.

Kritikan terhadap Edward Jenner

Jenner juga pernah diejek secara luas. Kritikus, terutama pendeta, menyatakan, menyuntik seseorang dengan materi dari hewan yang sakit adalah tindakan yang menjijikkan dan tidak saleh.

Pada 1802, sebuah kartun satir memperlihatkan orang-orang yang telah divaksinasi menumbuhkan kepala sapi. Tetapi, keuntungan nyata dari vaksinasi dan perlindungan yang Jenner berikan merupakan pembuktian dari keberhasilan vaksin tersebut. 

Jenner menjadi terkenal dan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk meneliti dan memberikan pandangan tentang perkembangan vaksinnya. Ia  melakukan penelitian di sejumlah bidang pengobatan lainnya juga tertarik pada pengumpulan fosil dan hortikultura.

Dia meninggal pada 26 Januari 1823.

Baca Juga: Ma'ruf Amin minta sertifikasi halal vaksin Covid-19 mulai diproses




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×