Sumber: Finbold News | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom senior David Rosenberg menyuarakan kekhawatiran serius terhadap arah fiskal Amerika Serikat pasca pengesahan RUU besar-besaran oleh DPR, yang dikenal sebagai “Big Beautiful Bill.”
Dalam sebuah unggahan di platform X pada 22 Mei, Rosenberg memperingatkan bahwa rasio utang federal terhadap PDB kini telah melampaui tingkat yang tercatat bahkan saat masa perang.
Utang AS Capai Rekor, Melebihi Masa Perang
As the White House and Congress conspire to take the federal debt-to-GDP ratio to all-time record highs, breaking above any wartime peak levels of the past, we should all be very concerned. This is no time to celebrate despite the cheering from the House this morning. For the… — David Rosenberg (@EconguyRosie) May 22, 2025
Menurut Rosenberg, situasi saat ini merupakan sinyal bahaya fiskal yang serius. Ia mencatat bahwa utang nasional terus membengkak dan rasio terhadap produk domestik bruto (PDB) telah mencapai tingkat yang “belum pernah terjadi sebelumnya,” melampaui beban utang selama Perang Dunia II maupun pandemi COVID-19.
Baca Juga: Trump Loloskan RUU Kontroversial, Orang Kaya Untung, Warga Miskin Kehilangan Harapan
Melihat potensi badai ekonomi yang akan datang, Rosenberg menyarankan para investor untuk mengalihkan aset ke bentuk yang lebih aman. Pilihannya antara lain emas, yang dikenal sebagai aset lindung nilai klasik, serta Treasury bills (T-bills), yang kurang sensitif terhadap fluktuasi suku bunga karena jangka waktunya yang pendek.
Ia juga merekomendasikan pasar valuta asing Asia, menyiratkan kepercayaan pada fundamental ekonomi di kawasan tersebut. Menariknya, meskipun biasanya enggan terhadap aset spekulatif, Rosenberg juga menyebut kripto sebagai alternatif perlindungan, seraya menambahkan, “Jika saya penggemar aset spekulatif (yang saya bukan), saya akan memasukkan kripto dalam daftar pendek itu.”
Federal Reserve Diperkirakan Tak Akan Turun Tangan
Rosenberg juga menyoroti sikap pasif Federal Reserve dalam menghadapi lonjakan imbal hasil obligasi. Tidak seperti pada krisis sebelumnya, Fed saat ini menunjukkan keengganan untuk membeli surat utang guna menekan suku bunga. Dengan inflasi yang masih bertahan hingga 2025, pasar dipaksa menyerap penerbitan utang dalam jumlah besar.
Konsekuensinya? Imbal hasil (yield) yang lebih tinggi dapat menggerus nilai saham dan obligasi. Rosenberg menyebut kondisi ini sebagai “kryptonit” bagi kedua instrumen investasi tersebut, karena kenaikan yield menekan harga obligasi dan meningkatkan biaya pinjaman perusahaan, yang pada akhirnya mempersempit margin keuntungan.
Baca Juga: Perang Dagang AS–Uni Eropa Memanas! Trump Desak Penurunan Tarif Sepihak dari Brussels
RUU Termasuk yang Paling Ceroboh secara Fiskal
Sentimen Rosenberg turut digaungkan oleh ekonom sekaligus pendukung emas, Peter Schiff. Dalam unggahan terpisah di X pada hari yang sama, Schiff menyebut “Big Beautiful Bill” sebagai salah satu proposal fiskal paling sembrono yang pernah dia lihat di luar masa krisis besar.
Menurut Schiff, defisit anggaran yang diproyeksikan sebagai persentase dari PDB mendekati rekor tertinggi sepanjang sejarah modern AS. Ia menambahkan bahwa angka sesungguhnya bisa jadi jauh lebih buruk, seiring membengkaknya pengeluaran pemerintah dan kurangnya komitmen terhadap penghematan.