Sumber: Reuters | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Amerika Serikat (AS) mengakhiri catatan ekspansi alias pertumbuhan ekonomi paling panjang dalam sejarah. Setelah tumbuh dalam 11 tahun berturut-turut yang merupakan rekor terpanjang, ekonomi AS terhantam krisis dan turun 4,8% di kuartal pertama 2020.
Departemen Perdagangan AS melaporkan bahwa produk domestik bruto (PDB) AS berkontraksi 4,8% secara tahunan pada kuartal pertama. Ini adalah penurunan ekonomi paling dalam sejak kuartal keempat 2008 atau pada masa Great Recession.
Aktivitas ekonomi merosot dalam dua pekan terakhir bulan Maret. Bahkan, jutaan warga AS mengajukan klaim pengangguran di tengah pandemi corona. "Jika ekonomi turun setajam ini di kuartal pertama dengan kurang dari sebulan lockdown di sebagian besar negara bagian, jangan tanya seberapa besar efeknya di kuartal kedua karena akan menjadi bencana besar," kata Chris Rupkey, chief economist MUFG di New York kepada Reuters.
Baca Juga: Wall Street melonjak meski ekonomi AS kontraksi 4,8%
Belanja kesehatan merosot karena penutupan praktik berbagai dokter spesialis dan rumahsakit yang fokus menangani pasien virus corona. Belanja rumah tangga AS pun merosot dengan penurunan tajam pada pembelian kendaraan, furnitur, pakaian, dan sepatu. Bisnis jasa seperti transportasi, akomodasi hotel dan restoran pun anjlok.
Kontraksi ekonomi ini lebih dalam daripada prediksi para ekonom Reuters yang meramalkan penurunan 4%. Angka kontraksi ini pun kontras dari pertumbuhan 2,1% di kuartal keempat yang menutup 11 tahun pertumbuhan ekonomi, rekor pertumbuhan terpanjang AS.
Bureau of Economic Analysis (BEA) Departemen Perdagangan AS mengatakan meski tidak menghitung efek penuh pandemi, Covid-19 mengontribusi penurunan PDB kuartal pertama. BEA mengatakan bahwa perintah stay-at-home di bulan Maret, "Memicu perubahan drastis permintaan karena bisnis dan sekolah beralih menjadi jarak jauh atau berhenti beroperasi, konsumen pun membatalkan, membatasi, dan mengalihkan belanja."
Baca Juga: The Fed tahan suku bunga acuan mendekati level nol, ini alasannya
Pabrik dan bisnis yang bukan merupakan bisnis utama seperti restoran dan aktivitas sosial tutup atau berhenti beroperasi akibat lockdown. Meski sudah lockdown, tingkat infeksi virus corona AS telah melampaui 1 juta kasus.
Para ekonom memperkirakan ekonomi AS akan kontraksi lebih dalam di kuartal kedua sehingga AS masuk ke resesi, yakni penurunan ekonomi dua kuartal berturut-turut. Bahkan, estimasi para ekonom adalah penurunan PDB hingga 40%.
"Beberapa bulan ke depan akan sangat sulit bagi ekonomi AS dengan kontraksi terbesar PDB di kuartal kedua," kata Gus Faucher, chief economist PNC Financial kepada Reuters.
Faucher menambahkan bahwa jika konsumen dan pekerja tetap di rumah di kuartal ketiga atau pandemi mereda dan infeksi gelombang kedua muncul, resesi bisa berlanjut sepanjang tahun 2020.
Belanja konsumen yang mengontribusi lebih dari dua pertiga ekonomi AS merosot 7,6% di kuartal pertama. Ini adalah penurunan terbesar sejak kuartal kedua 1980. Kuartal keempat lalu, belanja konsumen masih naik 1,8%. Sementara tingkat simpanan naik menjadi 9,6% dari sebelumnya 7,6%.
Impor AS merosot 15,3% yang merupakan penurunan terbesar sejak kuartal kedua 2009. Alhasil, defisit perdagangan AS mengecil dan mengontribusi 1,3% pada PDB kuartal pertama. Sementara tingkat persediaan bisnis pun merosot sebesar US$ 16,3 miliar setelah naik US$ 13,1 miliar di kuartal keempat.
Baca Juga: Risiko ekonomi meningkat, S&P pangkas outlook peringkat tiga bank papan atas RI
Investasi bisnis bahkan anjlok 8,6%, penurunan paling dalam juga sejak kuartal kedua 2009. Ini menandai penurunan investasi kuartalan keempat berturut-turut. Investasi bisnis ini makin tertekan setelah sebelumnya terhantam akibat perang dagang dengan China, harga minyak yang merosot, dan pengandangan pesawat Boeing.
Para ekonom mengatakan pemulihan V-shaped yang cepat tidak akan terjadi karena banyak usaha kecil yang hilang. Para pekerja yang mengajukan klaim pengangguran hingga 26,5 juta orang pun akan kesulitan mencari pekerjaan.
"Efek krisis dan potensi perubahan struktural jangka panjang berarti output yang turun di kuartal pertama dan kedua tidak akan pulih sepenuhnya hingga akhir 2022," kata James Knightley, chief international economist ING kepada Reuters.
Baca Juga: Bagaimana Industri Pariwisata Eropa Merancang Kebangkitan Pasca Corona
Sementara Federal Reserve mempertahankan kebijakan suku bunga 0%-0,25% pada akhir rapat kemarin. Gubernur The Fed Jerome Powell menegaskan akan menggunakan seluruh perangkat kebijakan untuk menopang ekonomi yang sekarang dianggap cukup berisiko dalam jangka menengah, sekitar satu tahun atau lebih.
Pernyataan kebijakan Federal Open Market Committee (FOMC) menunjukkan bahwa permintaan yang melemah dan harga minyak yang merosot menyebabkan inflasi konsumen turun. Disrupsi aktivitas ekonomi di dalam dan luar negeri sangat mempengaruhi kondisi finansial dan mengganggu aliran kredit ke rumah tangga dan bisnis AS. "Krisis kesehatan akan menekan aktivitas ekonomi, ketenagakerjaan, dan inflasi di jangka pendek, serta menimbulkan risiko yang cukup besar bagi outlook ekonomi dalam jangka menengah," ungkap FOMC dalam pernyataan.
"Komen penting FOMC adalah kekhawatiran penurunan outlook ekonomi dalam jangka menengah sehingga ini menunjukkan bahwa bank sentral akan tetap memegang kebijakan akomodatif untuk beberapa tahun ke depan," kata Guy LeBas, chief fixed income strategist Janney Montgomery Scott kepada Reuters.
Baca Juga: Empat negara ini beri stimulus 10% dari PDB untuk atasi corona, bagaimana Indonesia?
Kongres AS telah menyetujui paket fiskal sekitar US$ 3 triliun. Sedangkan The Fed akan melanjutkan pembelian obligasi negara AS, US Treasury serta efek beragun properti residensial dan komersial, serta menyediakan operasi repo.