Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Eksportir India bersiap menghadapi gangguan besar setelah Departemen Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat (DHS) mengumumkan akan memberlakukan tarif tambahan 25% atas seluruh produk asal India mulai Rabu (waktu setempat).
Dengan kebijakan baru ini, bea masuk atas barang asal India yang masuk ke pasar AS bisa mencapai 50%, salah satu yang tertinggi yang pernah diterapkan Washington.
Langkah ini diambil setelah Presiden Donald Trump mengumumkan sanksi tambahan terhadap India sebagai hukuman atas meningkatnya impor minyak mentah dari Rusia.
Menurut pemberitahuan DHS, tarif baru berlaku untuk barang yang masuk ke AS untuk konsumsi, atau yang dikeluarkan dari gudang penyimpanan sejak pukul 12:01 a.m. EDT (09:31 a.m. IST) pada hari Rabu.
Baca Juga: Abaikan AS, India Siap Beli Minyak dengan Harga Terbaik, Termasuk dari Rusia
Dampak Awal pada Rupee dan Pasar Saham
Mata uang rupee India melemah 0,2% menjadi 87,75 per dolar AS pada perdagangan awal, meskipun greenback cenderung melemah terhadap mata uang utama lainnya. Sementara itu, indeks acuan NSEI dan BSESN masing-masing terkoreksi sekitar 0,7%.
Pejabat Gedung Putih, termasuk Penasihat Perdagangan Peter Navarro dan Menteri Keuangan Scott Bessent, menuduh India secara tidak langsung mendanai perang Rusia di Ukraina melalui lonjakan pembelian minyak Rusia. Menurut Washington, hal itu harus segera dihentikan.
Ketergantungan India pada Minyak Rusia
Data menunjukkan bahwa porsi minyak Rusia dalam total impor India kini mencapai 42%, melonjak dari di bawah 1% sebelum perang Ukraina. Bessent menilai India “meraup untung besar” dari kondisi ini, sesuatu yang dianggap tidak bisa diterima oleh AS.
Kementerian Perdagangan India belum memberikan komentar resmi, namun seorang pejabat yang enggan disebutkan namanya mengakui bahwa pemerintah tidak berharap ada penundaan atau keringanan tarif dari AS.
Sebagai langkah mitigasi, pemerintah menyiapkan bantuan finansial bagi eksportir dan mendorong diversifikasi pasar ke kawasan China, Amerika Latin, dan Timur Tengah.
Eksportir Minta Bantuan Pemerintah
Kelompok eksportir memperkirakan kenaikan tarif ini bisa berdampak pada hampir 55% dari total ekspor barang India ke AS senilai $87 miliar. Negara pesaing seperti Vietnam, Bangladesh, dan China diperkirakan akan mendapat keuntungan dari kondisi ini.
Baca Juga: India Sebut Negosiasi Perdagangan dengan AS Masih Berlangsung
“Pelanggan di AS sudah menghentikan pesanan baru. Dengan tarif tambahan ini, ekspor bisa turun 20-30% mulai September,” kata Pankaj Chadha, Presiden Engineering Exports Promotion Council.
Pemerintah India berjanji memberi subsidi pinjaman bank serta dukungan diversifikasi pasar untuk meredam kerugian eksportir. Namun, Chadha menilai ruang untuk mengalihkan penjualan ke pasar lain atau domestik masih terbatas.
Sektor berlian India juga menghadapi tekanan ganda: permintaan lemah dari China serta ancaman tarif tinggi di AS, pasar yang menyerap hampir sepertiga dari ekspor perhiasan dan permata India senilai $28,5 miliar per tahun.
Risiko Terhadap Perekonomian India
Analis swasta memperingatkan, jika tarif 50% berlangsung lama, hal itu bisa membebani pertumbuhan ekonomi India serta menekan laba korporasi, bahkan berpotensi memicu penurunan proyeksi kinerja perusahaan terbesar di Asia.
Firma riset Capital Economics memperkirakan, pemberlakuan penuh tarif AS bisa memangkas pertumbuhan ekonomi India hingga 0,8 poin persentase baik tahun ini maupun tahun depan.
Menteri Luar Negeri India S. Jaishankar menilai tekanan AS tidak seimbang, karena pembelian minyak Rusia oleh negara besar lain seperti China dan Uni Eropa tidak dipermasalahkan.
Baca Juga: India - China Sepakat Cairkan Ketegangan, Wang Yi: Harus Jadi Mitra, Bukan Lawan
Sementara itu, sumber di industri penyulingan menyatakan bahwa perusahaan India akan tetap membeli minyak berdasarkan pertimbangan ekonomi, karena belum ada arahan resmi pemerintah.
Politik Dagang dan Diplomasi
Sebelumnya, setelah lima putaran perundingan, India optimistis bisa mencapai kesepakatan dagang dengan AS, bahkan sempat yakin tarif bisa dibatasi maksimal 15%. Namun, kombinasi kesalahan kalkulasi politik dan miskomunikasi membuat kesepakatan tersebut gagal, meski nilai perdagangan bilateral kedua negara mencapai lebih dari $190 miliar.
Perdana Menteri Narendra Modi menegaskan tidak akan mengorbankan kepentingan petani India meski ada konsekuensi berat dalam hubungan dagang. Di sisi lain, Modi juga tengah menyiapkan kunjungan bersejarah ke China pada akhir bulan ini—yang akan menjadi kunjungan pertamanya dalam tujuh tahun—sebagai upaya memperbaiki hubungan dengan Beijing.