Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
Meskipun lebih banyak negara yang kini mulai membuka kembali ekonomi mereka, data tersebut dapat mengurangi harapan untuk rebound cepat dalam permintaan global dan ekonomi yang dipimpin ekspor Jepang, kata para analis.
"Ekspor kemungkinan akan mengalami penurunan untuk saat ini," kata Takeshi Minami, Kepala Ekonom Norinchukin Research Institute, mengutip kenaikan baru dalam kasus virus di Jepang dan Amerika Serikat.
"Jika permintaan domestik dan eksternal tetap lamban untuk jangka waktu yang lama, kapasitas pasokan dapat dipangkas, memicu lonjakan kebangkrutan dan kehilangan pekerjaan pada paruh kedua tahun fiskal ini," lanjut Takeshi.
Berdasarkan data MOF, terlihat pengiriman ke AS menukik 46,6% di bulan lalu. Ini terjadi setelah pengiriman kendaraan ambles 63,3%, ekspor mesin pesawat anjlok 56% dan pengiriman bagian mobil turun 58,3%.
Padahal, sejak tahun 2018, AS menjadi pasar ekspor terbesar Jepang, diikuti China, berkat ekspor kendaraan bermotor, suku cadangan mobil dan mesin pembuat chip.
Baca Juga: Impor bir Korea Selatan turun 7,2% di 2019, pertama kali sejak 2009
Selain AS, ekspor ke China, yang merupakan mitra dagang terbesar Jepang turun 0,2% yoy. Koreksi tipis terjadi karena penurunan pada pengiriman mesin pembuat chip dan bahan kimia berhasil diimbangi oleh peningkatan pengiriman komoditas logam dan mobil.
Sementara itu, ekspor Jepang ke Asia, yang mengumbang lebih dari setengah ekspor Negeri Matahari Terbit ini turun 15,3%, sedangkan ekspor ke Uni Eropa turun 28,4%.
Penurunan ekspor membuat Jepang semakin sulit bangkit setelah tergelincir ke dalam resesi untuk pertama kalinya dalam 4,5 tahun.
Ekonomi terbesar ketiga di dunia ini diperkirakan kontraksi 5,3% pada tahun fiskal ini. Ini akan menjadi kontraksi terbesar sejak data sebanding tersedia pada tahun 1994. Berdasarkan hasil jajak pendapat Reuters, di tahun fiskal selanjutnya, ekonomi Jepang bakal tumbuh 3,3%.