Sumber: Yahoo News | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - Pada Juni 2025, Inggris mengumumkan rencana pembelian 12 unit pesawat tempur F-35A Lightning II dari Lockheed Martin. Pesawat ini akan melengkapi armada F-35B yang telah digunakan sebelumnya.
Meski awalnya ditujukan untuk pelatihan, F-35A juga membuka jalan bagi Inggris untuk berpartisipasi dalam misi nuklir NATO, karena mampu membawa bom nuklir B61-12 milik AS. Langkah ini menandai penguatan signifikan dalam postur nuklir Inggris.
Inggris, bersama Italia, Belanda, Norwegia, Denmark, dan AS, sudah mengoperasikan F-35 di Eropa.
Negara lain seperti Jerman, Belgia, Ceko, Finlandia, Swiss, Yunani, dan Polandia juga telah memilih F-35 sebagai pesawat tempur masa depan mereka. Penyebaran armada ini disertai jaringan pemeliharaan dan pasokan yang kian luas di Eropa, termasuk fasilitas perakitan dan pemeliharaan tingkat depot di Cameri, Italia.
Baca Juga: Babak Baru Pengelolaan Danantara, Pengamat Minta Pemerintah Contoh China
Jaringan ini penting dalam mendukung kesiapan tempur gabungan NATO di kawasan.
Menurut Lockheed Martin, lebih dari 700 F-35 diperkirakan akan ditempatkan di Eropa pada 2030-an. Seluruh pesawat ini dilengkapi sistem pengumpulan dan berbagi data intelijen berbasis cloud, memungkinkan integrasi informasi real-time dalam operasi gabungan.
Kemampuan komunikasi data yang aman dan sulit dicegat, dipadukan dengan taktik dan pelatihan yang seragam antarnegara, menjadikan armada F-35 sebagai kekuatan tempur yang terintegrasi dan tangguh.
Mantan Komandan Skuadron 617 RAF, Stew Campbell, menekankan bahwa interoperabilitas F-35 memungkinkan negara-negara pengguna untuk bertindak sebagai satu kesatuan tempur.
Ia menggambarkan pengalaman menerbangkan misi gabungan dengan pilot Norwegia secara langsung, tanpa perlu briefing rahasia, berkat kesamaan sistem dan prosedur.
Baca Juga: Babak Baru Perang Dagang, Trump Ancam Tarif Balasan 200% untuk Anggur Eropa
F-35B Inggris juga memainkan peran utama dalam kelompok tempur kapal induk (Carrier Strike Group) bersama kapal HMS Queen Elizabeth dan Prince of Wales. Pada 2023, mereka menjalankan operasi Firedrake di wilayah utara, di bawah komando NATO, sebagai wujud komitmen terhadap aliansi menyusul invasi Rusia ke Ukraina.
Mereka juga berpartisipasi dalam latihan Northern Edge di Alaska dan misi siaga cepat (QRA) di Islandia—penggunaan F-35B pertama Inggris untuk misi tersebut.
Inggris juga terlibat dalam berbagai demonstrasi kemampuan sistem F-35, termasuk berbagi data lintas negara dalam proyek DEIMOS dan latihan NATO Ramstein Flag.
Baca Juga: Babak Baru Pengelolaan Danantara, Pengamat Minta Pemerintah Contoh China
Dalam latihan ini, data penargetan dari F-35 Belanda berhasil ditransmisikan ke unit artileri darat, mencerminkan integrasi sensor-ke-penembak secara langsung dan efisien.
Secara industri, Inggris merupakan satu-satunya mitra Tier 1 dalam pengembangan F-35, dengan partisipasi lebih dari 800 perusahaan, termasuk BAE Systems.
Baca Juga: NATO Prediksi Rusia akan Menyerang dalam Lima Tahun
Program ini diproyeksikan menopang lebih dari 20.000 lapangan kerja di Inggris pada puncaknya dan menyumbang £45,2 miliar bagi ekonomi nasional hingga 2046.
Campbell menegaskan bahwa kemitraan awal dengan AS telah membuka akses luas untuk pelatihan, pertukaran pilot, serta pengujian operasional di AS. Ini memungkinkan Inggris untuk terus berada di garis depan modernisasi dan peningkatan kemampuan F-35 ke depan.
Dengan pertumbuhan armada dan integrasi yang kian erat, F-35 menjadi tulang punggung kerja sama udara NATO dan simbol kekuatan kolektif yang mampu merespons ancaman lintas domain secara cepat dan terpadu.