Sumber: Channel News Asia | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - MANILA. Filipina protes keras atas undang-undang baru China yang mengizinkan penjaga pantainya untuk menembaki kapal asing dan menghancurkan struktur negara lain di pulau-pulau yang Beijing klaim.
Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin Jr mengatakan, undang-undang China yang baru "adalah ancaman perang verbal ke negara mana pun yang menentangnya". Kegagalan untuk membuktikan secara hukum "adalah tunduk padanya".
"Sementara memberlakukan hukum adalah hak prerogatif kedaulatan, yang satu ini, mengingat wilayah yang terlibat atau dalam hal ini Laut China Selatan yang terbuka, merupakan ancaman perang verbal ke negara mana pun yang menentang hukum," kata Locsin di akun Twitter-nya, Rabu (27/1), seperti dikutip Channel News Asia.
Undang-Undang Penjaga Pantai China, yang disahkan pada Jumat (22/1) pekan lalu, mengizinkan pasukan untuk "mengambil semua tindakan yang diperlukan, termasuk penggunaan senjata, ketika kedaulatan nasional, hak kedaulatan, dan yurisdiksi dilanggar secara ilegal oleh organisasi atau individu asing di laut".
Baca Juga: UU disahkan, penjaga pantai China boleh tembaki kapal asing di Laut China Selatan
Undang-undang tersebut juga memberikan wewenang kepada penjaga pantai untuk menghancurkan bangunan negara lain yang dibangun di atas terumbu karang dan pulau-pulau yang diklaim oleh China. Lalu, menyita atau memerintahkan kapal asing yang secara ilegal memasuki perairan teritorial China untuk pergi.
Hukum baru China tersebut meningkatkan taruhan dan kemungkinan bentrokan dengan negara lain di kawasan.
Protes Filipina adalah kritik publik terbaru yang diucapkan dengan keras oleh Manila atas tindakan China yang semakin tegas di perairan yang disengketakan, meskipun ada hubungan yang lebih nyaman yang dipupuk oleh Presiden Rodrigo Duterte dengan Beijing.
Pada Juli tahun lalu, Locsin memperingatkan China tentang "respons terberat" jika latihan militer yang dilakukan oleh Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) di Laut China Selatan meluas ke wilayah Filipina.
China dan Filipina, bersama Vietnam, Malaysia, Taiwan, dan Brunei, telah terkunci dalam persaingan teritorial di Laut China Selatan dalam ketegangan selama puluhan tahun.