kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.914.000   -10.000   -0,52%
  • USD/IDR 16.291   14,00   0,09%
  • IDX 7.140   43,32   0,61%
  • KOMPAS100 1.026   0,52   0,05%
  • LQ45 779   2,15   0,28%
  • ISSI 234   0,17   0,07%
  • IDX30 402   1,16   0,29%
  • IDXHIDIV20 463   0,95   0,21%
  • IDX80 115   0,26   0,23%
  • IDXV30 117   0,40   0,34%
  • IDXQ30 129   -0,04   -0,03%

FOMO & Regulasi Longgar Picu "Supercycle" Kejahatan Kripto


Selasa, 15 Juli 2025 / 12:49 WIB
FOMO & Regulasi Longgar Picu
ILUSTRASI. Representations of cryptocurrencies are seen in this illustration, August 10, 2022. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration


Sumber: Cointelegraph | Editor: Yudho Winarto

​KONTAN.CO.ID. Maraknya adopsi aset kripto, minimnya regulasi, serta fenomena fear of missing out (FOMO) dinilai menjadi pemicu utama siklus kejahatan kripto yang disebut-sebut sebagai "supercycle".

Menurut sejumlah praktisi keamanan siber, nilai kerugian akibat kejahatan di sektor kripto mencetak rekor baru pada paruh pertama 2025, bahkan telah melampaui total kerugian sepanjang tahun 2024 dan rekor sebelumnya pada 2022.

Baca Juga: Pasokan Baru Seret, Bitcoin Diburu Investor Ritel Tanpa Henti

Mantan agen DEA dan penyelidik aset digital, Bill Callahan, menjelaskan bahwa hype dan kurangnya pengawasan membuka celah lebar bagi pelaku kejahatan untuk melancarkan aksi mereka.

“Proliferasi aset kripto baru, khususnya memecoin, dibarengi ledakan investor ritel dan pengawasan yang minim menciptakan peluang besar bagi penipuan, skema investasi palsu, hingga pencurian aset digital,” ungkap Callahan kepada Cointelegraph.

Rasio Risiko vs Imbal Hasil Menguntungkan Kriminal

Callahan menilai bahwa anonimitas dan kemudahan dalam membangun proyek kripto menjadi daya tarik tersendiri bagi pelaku kejahatan.

“Pelaku kriminal punya waktu, dana, dan sumber daya. Mereka tak perlu selalu berhasil untuk bisa meraup untung besar,” tambahnya.

Baca Juga: Hungaria Berlakukan Hukuman Penjara hingga 8 Tahun untuk Pengguna Bursa Kripto Ilegal

Berdasarkan laporan Hack3d H1 2025 dari perusahaan keamanan blockchain CertiK, rata-rata kerugian per insiden keamanan di tahun ini mencapai US$ 4,3 juta, dengan kerugian median sebesar US$ 103.996.

Natalie Newson, penyelidik senior CertiK, menyebutkan bahwa "konvergensi faktor" telah mendorong pelaku kejahatan makin berani.

Menurutnya, banyak influencer dan key opinion leader (KOL) meluncurkan token dengan niat meragukan, lalu mendapat untung lewat teknik seperti sniping, yang justru merugikan investor ritel.

Laporan rug pull dari Solidus Labs pada Mei lalu juga mengungkap bahwa 98,7% token yang diluncurkan lewat platform Pump.fun memiliki karakteristik skema pump-and-dump.

Baca Juga: Rekor Harga Bitcoin Pecah Lagi, Ini Penyebab Utamanya

Penegakan Hukum Kewalahan

Newson menambahkan bahwa aparat penegak hukum di seluruh dunia menghadapi tantangan besar, seperti keterbatasan sumber daya, kompleksitas lintas yurisdiksi, dan makin canggihnya modus kriminal di sektor ini.

Laporan Chainalysis pada Juli 2024 juga menyoroti bahwa teknik pencucian uang yang digunakan pelaku kejahatan menjadi hambatan serius bagi regulator dan penyedia layanan kripto.

“Hasilnya adalah makin lebarnya jurang antara aktivitas ilegal dan penegakan hukum, yang menciptakan iklim tidak aman bagi pengguna dan pengembang yang sah,” kata Newson.

Meski begitu, ia optimistis bahwa peningkatan keamanan smart contract dan edukasi pengguna dapat membantu mengurangi risiko kejahatan kripto, meskipun mustahil untuk menghapusnya sepenuhnya.

Baca Juga: Harga Bitcoin Tembus US$ 120.000, Robert Kiyosaki Minta Investor Merenung, Mengapa?

Regulasi Terlalu Lunak?

Di sisi lain, CEO Kronos Research Hank Huang mengkritik ketimpangan pendekatan regulator.

“Awalnya regulator terlalu keras, sekarang justru terlalu lunak. Ketimpangan inilah yang memicu kondisi yang terasa seperti supercycle kejahatan kripto,” ujarnya.

Menurut Huang, solusi bukanlah penindakan berlebihan, melainkan regulasi yang cerdas, terarah, dan mendorong adopsi massal yang aman.

Huang juga menyebut bahwa meski penegakan hukum internasional meningkat, termasuk terhadap darknet marketplace, kerugian akibat kejahatan kripto mustahil ditekan hingga nol.

“Industri lain juga kena serangan. Tapi sifat kripto yang cepat dan terbuka menjadikannya target empuk untuk menguji batas sistem baru,” tutupnya.

Selanjutnya: Arsenal Dekati Cristhian Mosquera, Belanja Musim Panas Tembus Rp 4,3 Triliun

Menarik Dibaca: Tips Memiliki Rumah Sesuai Kemampuan




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×