Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID. Rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk memberlakukan tarif impor tembaga sebesar 50% mulai 1 Agustus 2025 masih menyisakan ketidakjelasan.
CEO Freeport-McMoRan Kathleen Quirk mengatakan hingga kini pihaknya belum menerima rincian teknis kebijakan tersebut.
“Kami masih menunggu detail tambahan terkait implementasi tarif itu,” ujar Quirk dalam paparan kinerja perusahaan, Rabu (23/7/2025) waktu setempat.
Baca Juga: Trump Terapkan Tarif Impor Tembaga 50% per Agustus, Ini Efeknya ke Freeport
Trump sebelumnya mengumumkan rencana tarif ini sebagai bagian dari strategi untuk meningkatkan produksi dalam negeri logam strategis, seperti tembaga, yang penting bagi kendaraan listrik, sistem kelistrikan, perlengkapan militer, hingga barang konsumsi.
Namun, belum ada penjelasan resmi mengenai jenis tembaga apa yang akan dikenakan tarif. Ketidakpastian ini membuat bingung para pelaku industri, baik dari sisi produsen, pengguna, maupun negara-negara pengekspor.
Potensi Dampak dan Strategi Freeport
Quirk menyebut belum ada informasi mengenai kemungkinan pengecualian (exemption) terhadap tarif tersebut.
Jika diterapkan, Freeport diperkirakan menjadi salah satu penerima manfaat terbesar, karena menguasai sekitar 70% produksi tembaga olahan di AS.
Baca Juga: Trump Terapkan Tarif Impor Tembaga 50% per Agustus, Ini Efeknya ke Freeport
Laporan Reuters sebelumnya memperkirakan, penerapan tarif ini bisa menambah laba Freeport hingga US$ 1,6 miliar per tahun.
Freeport memiliki tambang di AS, Chili, Peru, dan Indonesia, tempat perusahaan mengelola tambang Grasberg yang merupakan tambang tembaga terbesar kedua di dunia.
Quirk mengungkapkan, meski sebagian besar tembaga dari Indonesia biasanya dijual ke Asia, pihaknya kini mempertimbangkan pengiriman ke AS.
“Kami punya fleksibilitas untuk mengirim ke pasar yang paling masuk akal. Tidak ada kontrak jangka panjang yang mengikat untuk pasokan dari Indonesia,” ujarnya.
Freeport juga mengoperasikan salah satu dari dua smelter tembaga di AS. Perusahaan kini sedang mengkaji ekspansi kapasitas sebesar 30%, meski belum ada pembahasan dengan pemerintah AS dan tidak berencana membangun smelter baru.
Kinerja Keuangan dan Proyeksi
Harga tembaga di AS melonjak lebih dari 25% sejak pengumuman tarif.
Baca Juga: Bea Keluar Emas Bakal Diterapkan Tahun Depan, Ini Respon Bos Freeport
Namun, manajemen Freeport menyatakan permintaan masih tetap kuat dan dalam jangka panjang, harga akan tetap ditentukan oleh keseimbangan global pasokan dan permintaan.
Untuk kuartal II-2025, Freeport membukukan laba bersih disesuaikan sebesar 54 sen per saham, melampaui estimasi analis sebesar 45 sen menurut data LSEG.
Namun, saham Freeport turun sekitar 1,5% ke level US$ 45,09 pada Rabu siang waktu New York.
Freeport menargetkan penjualan tembaga dari tambang domestik mencapai 1,3 miliar pon pada 2025.
Di sisi lain, perusahaan juga memperingatkan adanya potensi kenaikan biaya pembelian di AS sekitar 5% jika pemasok meneruskan beban tarif ke konsumen.
Rata-rata harga jual tembaga Freeport pada kuartal ini sebesar US$ 4,54 per pon, naik 1,3% dibanding tahun lalu.
Untuk emas, harga rata-rata naik tajam 43% menjadi US$ 3.291 per ons. Namun, produksi tembaga Freeport pada kuartal II tercatat turun 7% secara tahunan menjadi 963 juta pon.