Sumber: Euronews | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Euronews melaporkan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin disebut telah berbohong kepada Presiden AS Donald Trump mengenai niatnya untuk mengakhiri invasi Rusia ke Ukraina. Tuduhan ini disampaikan oleh Kurt Volker, mantan utusan khusus AS untuk negosiasi Ukraina.
“Trump sedang frustrasi. Putin berjanji akan bernegosiasi dan bertemu dengan Zelenskyy. Ia melakukannya saat Trump bersama para pemimpin Eropa di Gedung Putih. Trump menelepon Putin, dan Putin setuju saat itu juga,” ujar Volker.
“Tapi Putin berbohong kepadanya, dan sekarang Trump kesal,” lanjutnya.
Trump Merasa Dipermalukan
Menurut Volker, Putin telah membuat Trump tampak lemah di mata dunia, sesuatu yang sangat tidak disukai oleh mantan presiden AS itu. Hal ini, katanya, menjadi alasan mengapa pemerintahan Trump kini mempertimbangkan untuk mengirim rudal jarak jauh Tomahawk ke Ukraina.
“Ia (Putin) membuat Trump terlihat lemah, dan Trump tidak suka terlihat lemah. Jadi sekarang ini menjadi masalah pribadi baginya,” ujar Volker kepada Euronews.
Selain itu, Volker juga menilai bahwa Trump memiliki pendekatan yang transaksional dalam politik luar negeri.
Baca Juga: Trump Sambut Positif Usulan Putin untuk Pertahankan Batas Senjata Nuklir Strategis
“Trump itu transaksional; ia memikirkan uang. Jika ada yang membayar, ia tidak peduli,” katanya.
“Jika invasi Rusia ke Ukraina berakhir, prioritas Trump adalah mencabut sanksi dan menghasilkan uang,” lanjutnya.
Reaksi dari Moskow
Sementara itu, Presiden Rusia Vladimir Putin dalam wawancara pada 5 Oktober memperingatkan bahwa pengiriman rudal Tomahawk oleh AS ke Ukraina akan menghancurkan tren positif hubungan AS-Rusia yang sedang berkembang.
Institut Studi Perang (ISW) yang berbasis di AS menyatakan bahwa Kremlin berusaha mempengaruhi keputusan AS dengan mengaitkan perbaikan hubungan bilateral terhadap konsesi politik dari Washington.
“Putin tampaknya mencoba berbagai pendekatan — dari ancaman hingga meremehkan efektivitas rudal — untuk memengaruhi keputusan AS,” tulis ISW dalam laporannya.
Putin juga mengklaim bahwa jika AS mengirim Tomahawk ke Ukraina, personel militer Amerika akan terlibat langsung dalam serangan, yang menurutnya akan menjadi “tahap eskalasi baru”, meskipun tidak akan mengubah situasi di medan perang.
Baca Juga: Putin Beri Sinyal Naikkan Pajak untuk Tutup Defisit Anggaran Rusia
Mengapa Ukraina Ingin Rudal Tomahawk
Ukraina telah lama memasukkan rudal Tomahawk dalam daftar permintaannya kepada negara-negara Barat. Rudal ini memiliki jangkauan antara 1.600 hingga 2.500 kilometer, dengan hulu ledak seberat 400–450 kilogram, sehingga memungkinkan Kyiv melancarkan serangan jauh ke wilayah Rusia.
Saat ini, Ukraina masih mengandalkan rudal Storm Shadow yang memiliki jangkauan sekitar 250 kilometer, atau drone buatan dalam negeri dengan kapasitas hulu ledak hanya 50–100 kilogram. Karena itu, Tomahawk dianggap dapat mengubah strategi serangan jarak jauh Ukraina secara signifikan.
Tonton: BREAKING NEWS! Presiden Putin Angkat Bicara Soal Proposal Perdamaian di Gaza oleh Amerika-Israel
Menurut laporan media pro-Kremlin, hingga akhir September, sekitar 40% kapasitas penyulingan minyak Rusia telah terganggu akibat serangan drone Ukraina terhadap 16 dari 38 kilang minyak utama Rusia, menyebabkan kekurangan bahan bakar di dalam negeri.