Reporter: Syamsul Ashar, Bloomberg | Editor: Dikky Setiawan
NEW YORK. Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengambil sikap tegas terhadap industri perbankan. Pejabat Gedung Putih mengaku marah terhadap para pemain besar di industri keuangan yang tidak mendukung program reformasi perbankan, kendati sudah menerima dana penyelamatan (bailout).
Kemarahan Gedung Putih kali ini tertuju kepada JP Morgan Chase dan Goldman Sachs. "Kami kecewa pada siapa pun di industri keuangan yang menolak reformasi kebijakan industri keuangan yang dibutuhkan untuk masa depan," kata Valerie Jarret, penasihat senior Presiden AS, akhir pekan lalu. JP Morgan dan Goldman bisa jadi menentang karena mereka sudah melunasi dana penyelamatan.
Dalam acara Partai Demokrat di San Francisco, akhir pekan lalu, Presiden Barack Obama sudah menegaskan tidak akan mengubah rencana reformasi. "Ini saatnya menerapkan aturan baru, agar bank tidak lagi membebani rakyat biasa," kata Obama (15/10).
Lawrence Summers, Direktur Dewan Ekonomi Nasional Obama, menambahkan, "Tidak akan ada lembaga keuangan yang bisa bertahan hari ini tanpa bantuan pembayar pajak, baik langsung ataupun tidak langsung."
Salah satu aturan baru yang mendapat tantangan dari industri adalah usul pembentukan Badan Perlindungan Konsumen Keuangan. Dua organisasi yang mewadahi para bankir dan pebisnis keuangan, yakni Financial Services Roundtable dan Asosiasi Bankir Amerika sudah meminta Kongres membatalkan rencana pembentukan lembaga konsumen. Mereka menilai lembaga semacam itu justru akan menghambat penyaluran kredit ke masyarakat.
Chairman dan Chief Executive Officer Golman Sach Lloyd Blankfein menyesali campur tangan pemerintah yang terlalu jauh. "Kalau tahu seperti ini, kami tak akan menerima bailout," kata Blankfein, seperti dikutip Fortune.
Adapun juru bicara JP Morgan Joseph Evangelisti berpendapat, perombakan aturan harus berdasar analisis, bukan agenda politik semata.













