Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Gelombang pemutusan hubungan kerja mulai terasa di Singapura. Data terbaru Kementerian Perdagangan dan Industri (MTI) menunjukkan sudah ada sekitar 20.000 pekerja yang kehilangan pekerjaan hanya dalam sembilan bulan pertama 2025. Sektor teknologi dan properti menjadi yang paling terpukul.
Melansir Vulcan Post, secara keseluruhan, tingkat pengangguran Singapura masih terlihat stabil dan rendah: hanya 2% untuk total populasi pekerja dan kurang dari 3% untuk warga lokal (Warga Negara dan PR). Bahkan, pasar tenaga kerja masih mencatat penambahan sekitar 30.000 pekerjaan baru pada kuartal ketiga dan hampir 50.000 sepanjang tahun ini, termasuk tenaga kerja asing.
Namun angka makro itu menutupi realitas yang lebih keras: tergantung industrinya, situasinya bisa sangat berbeda.
Tujuh sektor mencatat kehilangan tenaga kerja bersih sebanyak 19.800 orang sepanjang tahun ini. Dan ironisnya, sektor-sektor yang mengalami pertumbuhan justru didominasi pekerjaan bergaji rendah seperti konstruksi dan pekerja rumah tangga migran, bukan sektor dengan nilai tambah tinggi.
Sementara itu, sektor-sektor yang biasanya menyerap tenaga kerja lokal terdidik, seperti teknologi informasi, jasa profesional, perdagangan, dan real estat, justru mengalami penyusutan besar-besaran. Untuk sektor real estat, langkah pemerintah meredam inflasi harga rumah menjadi salah satu penyebab utama pelemahan.
Baca Juga: Menkeu AS Kritik Sistem Kontrol Suku Bunga The Fed: “Terlalu Rumit!”
MTI tidak merinci status kewarganegaraan tenaga kerja yang terdampak di tiap sektor, tetapi pola industrinya cukup jelas: sektor dengan dominasi pekerja lokal dan ekspatriat profesional sedang tertekan, sementara industri yang lebih banyak mengandalkan buruh migran berbiaya rendah justru tumbuh.
Sektor Informasi dan Komunikasi menjadi contoh menarik. Meski beberapa bulan lalu laporan pemerintah menyebut gaji naik dan permintaan tenaga ahli meningkat, kenyataannya sektor ini mencatat penurunan tenaga kerja lebih dari 4.000 orang pada 2025, bahkan mencapai 9.500 jika dihitung sejak 2024.
Kondisi ini cukup paradoks: perusahaan mengeluh sulit mencari talenta, tapi ribuan bekerja kehilangan pekerjaan.
Sebagian analis menilai perubahan kebutuhan kompetensi menjadi penyebab. Permintaan tenaga kerja bergeser ke bidang seperti kecerdasan buatan, data, dan teknik tingkat lanjut. Sementara posisi-peran lama dipangkas karena dianggap usang atau mudah digantikan otomatisasi.
Walaupun banyak pekerja teknologi yang kehilangan posisi mungkin sudah terserap sektor lain yang juga membutuhkan tenaga IT, kenyataannya sektor teknologi Singapura kehilangan hampir 10.000 pekerja dalam dua tahun terakhir. Ini menjadi sebuah sinyal peringatan bagi ekosistem digitalnya.
Tonton: Gelombang PHK Teknologi 2025 Berlanjut, PHK di Amazon Terbesar!
Masih ada satu titik terang: sektor Keuangan dan Asuransi berkembang pesat. Tahun ini saja, sektor tersebut menambah sekitar 10.300 pekerjaan baru, menutupi sebagian tekanan dari sektor lain, meski tidak semua orang memiliki kompetensi atau minat bekerja di perbankan besar.
Namun, pertumbuhan di sektor keuangan saja tidak cukup. Ekonomi yang sehat membutuhkan keberagaman peluang kerja, dan kenyataannya peluang itu seperti makin menyempit di Singapura tahun ini.
Kesimpulan
Meskipun angka pengangguran nasional Singapura terlihat stabil, data lebih rinci menunjukkan realitas yang lebih rumit: pekerjaan tetap tumbuh, tetapi sebagian besar berada di sektor bergaji rendah, sementara industri bernilai tinggi seperti teknologi, real estat, dan profesional justru mengalami PHK besar. Pergeseran kompetensi, kebijakan ekonomi, dan transformasi teknologi membuat pasar kerja semakin polaristik, dan jika tren ini berlanjut, Singapura menghadapi risiko melemahnya fondasi tenaga kerja berkemampuan tinggi yang selama ini menjadi kekuatan ekonominya.













