Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Afghanistan pada Rabu (3/9) menurunkan pasukan komando melalui airdrop ke wilayah pegunungan di timur negara itu guna mengevakuasi para penyintas yang terjebak di bawah reruntuhan rumah.
Langkah ini diambil setelah serangkaian gempa bumi mematikan mengguncang provinsi Kunar dan Nangarhar, menewaskan sedikitnya 1.411 orang serta melukai 3.124 orang lainnya.
Menurut Ehsanullah Ehsan, Kepala Badan Penanggulangan Bencana di Kunar, komando diterjunkan ke lokasi-lokasi yang tidak dapat dijangkau helikopter untuk membawa korban luka ke tempat aman.
Baca Juga: Gempa Dahsyat di Afghanistan Tewaskan Lebih dari 1.400 Orang, Ribuan Rumah Hancur
Otoritas setempat juga telah mendirikan kamp koordinasi bantuan darurat, serta dua pusat evakuasi yang menangani pemindahan korban luka, pemakaman jenazah, dan pencarian penyintas.
Gempa Beruntun Guncang Afghanistan
Gempa pertama berkekuatan magnitudo 6 terjadi pada Minggu tengah malam di kedalaman dangkal 10 km, menimbulkan kerusakan luas. Disusul gempa kedua berkekuatan 5,5 pada Selasa malam yang memicu longsoran batu, menutup akses jalan ke desa-desa terpencil, dan sempat menghentikan upaya penyelamatan.
Wilayah yang terdampak berada di sepanjang perbatasan dengan Pakistan, di mana rumah-rumah dari bata lumpur rata dengan tanah akibat guncangan kuat.
Di sejumlah desa di Kunar, satu keluarga bisa hilang seluruhnya akibat tertimbun. Para penyintas menggali reruntuhan dengan tangan kosong, membawa jenazah menggunakan tandu anyaman, dan menggali kuburan dengan pacul.
“Dua anak saya belum ditemukan di bawah reruntuhan,” ungkap Mir Salam Khan, warga Desa Mazar Dara.
“Istri saya sudah ditemukan dalam keadaan meninggal pada Senin, tetapi anak perempuan dan laki-laki saya masih tertimbun.” tambahnya.
Baca Juga: Indofarma Ekspor Produk Farmasi ke Afghanistan
Kondisi semakin memburuk bagi para korban selamat. Menurut Ruhila Mateen dari Aseel, sebuah platform kemanusiaan yang menurunkan tim lapangan, perempuan dan anak-anak menjadi kelompok paling rentan.
“Ini bukan hanya krisis bangunan yang runtuh, tapi juga krisis bertahan hidup. Keluarga tercerai-berai, anak-anak kedinginan, dan para penyintas tidak memiliki apa-apa lagi,” katanya.
Jumlah korban diperkirakan masih akan bertambah karena banyak orang masih terjebak di bawah reruntuhan. Namun, sumber daya penyelamatan di Afghanistan sangat terbatas.
Negara berpenduduk 42 juta jiwa ini mengalami isolasi internasional setelah pemangkasan dana bantuan asing oleh Amerika Serikat di era Presiden Donald Trump, ditambah frustrasi donor akibat kebijakan Taliban terhadap perempuan serta pembatasan bagi pekerja kemanusiaan.
Rumah-rumah warga yang rapuh—dibangun dari batu, kayu, dan tanah kering—tidak mampu menahan guncangan. Kondisi tanah yang labil akibat hujan deras berhari-hari semakin memperparah kerusakan.
Baca Juga: Gempa Dahsyat Afghanistan Tewaskan 800 Orang, Ribuan Terluka
Seruan Bantuan Darurat
Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) menyerukan bantuan darurat berupa tenda, makanan, air bersih, fasilitas sanitasi, obat-obatan, serta pasokan medis kritis.
Organisasi kemanusiaan internasional Doctors Without Borders (MSF) juga melaporkan rumah sakit di wilayah terdampak bekerja di luar kapasitas. “Banyak pasien dirawat di koridor rumah sakit dan tenaga medis kekurangan peralatan,” ujar Dr. Fazal Hadi, Wakil Koordinator Medis MSF di Afghanistan.
Afghanistan merupakan salah satu negara dengan kerentanan tinggi terhadap gempa bumi, khususnya di kawasan Pegunungan Hindu Kush. Daerah ini berada di pertemuan lempeng tektonik India dan Eurasia, menjadikannya rawan terhadap gempa besar yang kerap menimbulkan korban jiwa dan kerusakan parah.