Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - BRUSSEL. Google berpotensi menghadapi ancaman regulasi regulasi antimonopoli di Uni Eropa yang berencana membuka penyelidikan formal terhadap bisnis iklan digital yang telah menguntungkannya setahun terakhir.
Penyelidikan formal tersebut menandai tonggak baru dari upaya otoritas persaingan usaha Uni Eropa dalam melawan Google. Dalam setahun terakhir, mesin pencarian terbesar ini telah didenda lebih daru US$ 9,8 miliar karena memblokir saingannya dalam melakukan belanja online.
Sumber Bloomberg mengatakan, penyelidikan akan difokuskan pada posisi Google berhadapan dengan pengiklan, penerbit, perantaram dan kompetitornya. "Artinya, pengawasan yang dilakukan lebih dalam dari kasus yang dihadapi perusahaan ini dengan regulator antimonopoli di Prancis minggu lalu," kata sumber tersebut dikutip Minggu (20/6).
Google meraup pendapatan US$ 147 miliar dari iklan online tahun 2020. Iklan dari mesin pencarian, Youtube dan Gmail menyumbang sebagain besar pendapatan dan keuntungan perusahaan ini. Sekitar 16% pendapatan ini berasal dari bisnis display atau jaringan, yang memberikan perusahaan media lain menggunakan teknologi Goggle untuk menjual iklas di situs web dan aplikasi mereka.
Baca Juga: China perketat aturan antimonopoli di sektor teknologi, bagaimana nasib Jack Ma cs?
Pekan lalu, komisi persaingan usaha Prancis telah menjatuhkan denda sebesar US$ 270 juta kepada Google karena karena menyalahgunakan kekuasaannya di pasar untuk iklan online dan merugikan platform serta penerbit saingan. Google didakwa memberikan perlakuan istimewa kepada Google Ad Manager, platform pengelolaan iklannya untuk penerbit besar.
Menurut pengawas persaingan usaha Prancis, perlakuan istimewa dilakukan dengan memilih pasar iklan online sendiri, AdX, di mana penerbit menjual ruang kepada pengiklan secara real time. Sebagai bagian dari perjanjian penyelesaian, Google telah berkomitmen mempermudah penayang di Prancis dalam menggunakan datanya dan menggunakan alatnya dengan teknologi iklan lainnya.
Tuduhan serupa juga tengah dihadapi Google di Inggris. Perusahaan ini harus bekerja sama regulator setempat untuk merubah perangkat lunak sebagai bagian dari penyelesaian.
Di negara Asalnya, Amerika Serikat (AS), Google telah menghadapi gugatan tahun lalu karena menyalahgunakan dominasinya dalam iklan pencarian.
Penyelidikan baru dari regulator Uni Eropa ini bisa berakhir dengan menargetkan semua kerajaan iklan Google. Peneliti pasar eMarketer memperkirakan Google mengontrol 27% dari belanja iklan online global tahun ini, termasuk 57% untuk iklan pencarian dan 10% dari tampilan.
Meskipun jumlahnya mungkin tidak terlihat monopoli pada awalnya, pengiklan dan pesaing berpendapat bahwa berbagai perangkat lunak Google memainkan peran di banyak aspek pasar yang tidak mungkin dihindari oleh perusahaan.
Peneliti mengatakan, Google mengambil keuntungan dari ketergantungan yang dimiliki pembeli, penjual, dan perantara untuk mengekstraksi biaya tinggi dari semua pihak dan menghalangi pesaing untuk bersaing secara adil dengannya.
Dalam kuesioner yang dikirim ke saingan Google dan pihak ketiga awal tahun ini dan dilihat oleh Reuters, pengawas Uni Eropa bertanya apakah pengiklan menerima potongan harga ketika mereka menggunakan perantara Google yang memungkinkan pengiklan atau agensi media untuk membeli inventaris iklan dari banyak sumber.
Thomas Hoppner, mitra dari Firma Hukum Hausfeld mengatakan, Komisi harus menyimpulkan kasus yang sedang berlangsung sebelum otoritas lain melakukan penyelidikan baru. "Dari sudut pandang praktisi dan dari sudut pandang industri, tampaknya sama pentingnya untuk mengakhiri penyelidikan pencarian lokal dan pencarian pekerjaan Google ketika otoritas lain telah membuka penyelidikan terhadap adtech Google," katanya.