Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Harga minyak lanjut menguat setelah penurunan persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS) yang lebih besar dari perkiraan, menambah kekhawatiran pasokan yang dipicu oleh sanksi AS terhadap perdagangan energi Rusia.
Kamis (16/1) pukul 09.15 WIB, harga minyak mentah jenis Brent untuk kontrak pengiriman Maret 2025 naik 30 sen, atau 0,4% ke US$ 82,33 per barel, setelah naik 2,6% ke level tertinggi sejak 26 Juli pada sesi sebelumnya.
Sejalan, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Februari 2025 menguat 32 sen atau 0,4% ke US$ 80,36 per barel, setelah naik 3,3% di sesi sebelumnya, mencapai level tertinggi sejak 19 Juli.
Harga naik setelah Energy Information Administration (EIA) melaporkan bahwa stok minyak mentah domestik turun untuk ketujuh kalinya berturut-turut minggu lalu, penurunan terpanjang sejak Juli 2021.
Baca Juga: Harga Minyak Ditutup Melonjak Lebih dari 2,5%, WTI Tembus ke Atas US$ 80 Per Barel
Pasokan minyak mentah global diperkirakan akan semakin ketat dalam beberapa bulan mendatang karena sanksi baru AS terhadap produsen minyak dan kapal tanker Rusia telah membuat pelanggan utama Moskow mencari barel pengganti di seluruh dunia, sementara tarif pengiriman juga melonjak.
Putaran sanksi terbaru dapat mengganggu pasokan dan distribusi minyak Rusia secara signifikan, kata International Energy Agency (IEA) dalam laporan pasar minyak bulanannya pada hari Rabu.
OPEC+ yang telah membatasi produksi selama dua tahun terakhir, kemungkinan akan berhati-hati dalam meningkatkan pasokan meskipun harga baru-baru ini naik, kata pendiri Commodity Context Rory Johnston.
"Kelompok produsen telah mengalami begitu seringnya optimisme yang pupus selama tahun lalu sehingga cenderung bersikap hati-hati sebelum memulai proses pelonggaran pemangkasan," katanya.
Untuk membatasi keuntungan minyak, Israel dan Hamas menyetujui kesepakatan untuk menghentikan pertempuran di Gaza dan menukar sandera Israel dengan tahanan Palestina, menurut seorang pejabat.