Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - TOKYO. Honda Motor Co., produsen mobil terbesar kedua di Jepang, memangkas proyeksi laba tahunannya sebesar 21% pada Jumat (7/11). Hal ini dipengaruhi oleh biaya besar terkait kendaraan listrik (EV), melemahnya penjualan di China dan pasar Asia lainnya, serta kekurangan pasokan suku cadang yang menggunakan chip dari Nexperia.
Honda menurunkan perkiraan laba operasional untuk tahun fiskal yang berakhir Maret 2026 menjadi ¥ 550 miliar dari sebelumnya ¥ 700 miliar.
Pada paruh pertama tahun fiskal berjalan, divisi otomotif Honda mencatat kerugian operasional, karena beban biaya satu kali sebesar ¥ 224 miliar yang berkaitan dengan pengembangan kendaraan listrik. Perusahaan ini juga merevisi target penjualan global kendaraan listriknya pada 2030 menjadi 20%, turun dari target sebelumnya 30%.
Untuk pasar Asia, termasuk China, Honda kini akan menjual 925.000 unit kendaraan sepanjang tahun fiskal ini, turun lebih dari 10% dari target awal 1,09 juta unit.
Baca Juga: Toyota, Honda, dan Suzuki Investasi Besar di India, Geser Ketergantungan dari China
Wakil Presiden Eksekutif Honda, Noriya Kaihara, mengatakan persaingan di Asia Tenggara semakin ketat akibat masuknya produsen mobil asal China, yang mendorong produsen lain di kawasan tersebut menawarkan insentif lebih tinggi atau harga lebih rendah kepada konsumen.
"Kami menyadari diperlukan evaluasi mendasar terhadap strategi di Asia," ujar Kaihara. Namun, untuk tahun fiskal ini hingga tahun depan, dia menyebut tidak akan ada model baru yang diluncurkan.
Pemangkasan proyeksi laba tahunan Honda juga dipengaruhi oleh kerugian ¥ 150 miliar akibat kekurangan pasokan chip dari perusahaan Belanda, Nexperia.
Kaihara mengatakan Honda berupaya mengembalikan produksi ke level normal, setelah menghentikan operasi di pabrik Meksiko pekan lalu dan menyesuaikan produksi di AS serta Kanada. Menurut dia, ini karena Honda tergantung pada satu pemasok untuk beberapa komponen tertentu
Selain itu, Honda juga memperkirakan kerugian sebesar ¥ 385 miliar akibat tarif impor AS, atau ¥ 65 miliar lebih rendah dari estimasi sebelumnya. Kaihara menambahkan, tarif kemungkinan besar tetap diberlakukan, namun Honda masih diuntungkan karena tingginya tingkat produksi lokal di Amerika Utara, terutama untuk kendaraan hibrida yang permintaannya kuat.
Pada periode Juli–September, Honda mencatat penurunan laba operasional 25% menjadi ¥ 194 miliar dibandingkan ¥ 257,9 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Meski volume penjualan sepeda motor menurun di Vietnam, permintaan kuat di Brasil dan Thailand membantu menjaga profitabilitas bisnis sepeda motor perusahaan.
Bulan lalu, Reuters melaporkan bahwa Kedutaan Besar Jepang di Hanoi telah mengirim surat kepada pemerintah Vietnam yang menyatakan rencana larangan sepeda motor berbahan bakar bensin di ibu kota dapat berdampak pada lapangan kerja di industri terkait pasar sepeda motor besar negara tersebut.












