Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Presiden Donald Trump tampaknya semakin gencar untuk mengkritik India, sahabat lama AS, atas pembelian minyak Rusia.
Pada Senin (4/8/2025), Presiden AS Donald Trump kembali mengancam untuk menaikkan tarif barang-barang dari India atas pembelian minyak Rusia.
Sementara, New Delhi menyebut serangan Trump tersebut tidak dapat dibenarkan dan berjanji untuk melindungi kepentingan ekonominya.
Kondisi ini memperdalam keretakan perdagangan antara kedua negara.
Melansir Reuters, dalam sebuah unggahan media sosial, Trump menulis, "India tidak hanya membeli minyak Rusia dalam jumlah besar, mereka kemudian, untuk sebagian besar minyak yang dibeli, menjualnya di pasar terbuka untuk keuntungan besar. Mereka tidak peduli berapa banyak orang di Ukraina yang dibunuh oleh mesin perang Rusia."
"Oleh karena itu, saya akan menaikkan tarif yang dibayarkan India kepada AS secara substansial," tambahnya.
Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri India menanggapi dengan mengatakan bahwa India akan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk melindungi kepentingan nasional dan keamanan ekonominya.
Baca Juga: Begini Tanggapan India atas Ancaman Sanksi AS Terkait Minyak Rusia
"Penargetan India tidak dapat dibenarkan dan tidak masuk akal," tambah juru bicara tersebut.
Trump mengatakan bahwa mulai Jumat mendatang, ia akan memberlakukan sanksi baru terhadap Rusia serta negara-negara yang membeli ekspor energinya, kecuali Moskow mengambil langkah-langkah untuk mengakhiri perang 3,5 tahun dengan Ukraina.
Presiden Rusia Vladimir Putin belum menunjukkan tanda-tanda publik akan mengubah pendiriannya meskipun tenggat waktu telah tiba.
Selama akhir pekan, dua sumber pemerintah India mengatakan kepada Reuters bahwa India akan terus membeli minyak dari Rusia meskipun ada ancaman Trump.
India telah menghadapi tekanan dari Barat untuk menjauhkan diri dari Moskow sejak Rusia menginvasi Ukraina pada awal 2022. New Delhi menolak, dengan alasan hubungan jangka panjangnya dengan Rusia dan kebutuhan ekonomi.
Pada bulan Juli, Trump telah mengumumkan tarif 25% untuk impor India, dan para pejabat AS telah menyebutkan berbagai masalah geopolitik yang menghalangi tercapainya perjanjian perdagangan AS-India.
Trump juga telah menggambarkan kelompok negara-negara berkembang BRICS yang lebih luas sebagai pihak yang bermusuhan dengan Amerika Serikat.
Baca Juga: Ekspor iPhone dari India ke AS Melonjak Tajam, Apple Hindari Tarif Tinggi dari China
Negara-negara tersebut telah menepis tuduhannya, dengan mengatakan bahwa kelompok tersebut mempromosikan kepentingan para anggotanya dan negara-negara berkembang pada umumnya.
Berdasarkan data yang diberikan kepada Reuters oleh sumber-sumber perdagangan, India adalah pembeli minyak mentah terbesar dari Rusia, mengimpor sekitar 1,75 juta barel minyak Rusia per hari dari Januari hingga Juni tahun ini, naik 1% dari tahun lalu.
India mulai mengimpor minyak dari Rusia karena pasokan tradisional dialihkan ke Eropa setelah pecahnya konflik Ukraina, kata juru bicara India, menyebutnya sebagai "kebutuhan yang didorong oleh situasi pasar global."
Juru bicara tersebut juga mencatat perdagangan bilateral Barat, khususnya Uni Eropa, dengan Rusia: "Ini menunjukkan bahwa negara-negara yang mengkritik India justru terlibat dalam perdagangan dengan Rusia."
Terlepas dari penolakan pemerintah India, kilang-kilang utama negara itu menghentikan pembelian minyak Rusia minggu lalu, kata sumber-sumber kepada Reuters.
Diskon untuk pemasok lain menyempit setelah Trump mengancam tarif yang tinggi terhadap negara-negara yang melakukan pembelian tersebut.
Para pejabat pemerintah India membantah adanya perubahan kebijakan.
Tonton: Trump Hadang Rencana Ekspansi Apple di India, Minta Fokus Ekspansi di AS
Perusahaan penyulingan minyak terbesar di negara itu, Indian Oil Corp, telah membeli 7 juta barel minyak mentah dari Amerika Serikat, Kanada, dan Timur Tengah, menurut empat sumber perdagangan kepada Reuters pada hari Senin.
India juga merasa frustrasi karena Trump berulang kali mengklaim dirinya sebagai pihak yang bertanggung jawab atas gencatan senjata India-Pakistan yang diumumkannya di media sosial pada bulan Mei, yang menghentikan permusuhan selama berhari-hari antara kedua negara tetangga yang bersenjata nuklir tersebut.
Ketidakpastian pemerintahan Trump menciptakan tantangan bagi Delhi, kata Richard Rossow, kepala program India di Pusat Studi Strategis dan Internasional Washington.
"Pembelian energi dan pertahanan India yang berkelanjutan dari Rusia menghadirkan tantangan yang lebih besar, karena India merasa tidak dapat memprediksi bagaimana pemerintahan Trump akan mendekati Rusia dari bulan ke bulan," ujarnya.