Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Korut melakukan serangkaian uji rudal jarak pendek pada Juli dan Agustus 2019, yang mereka gambarkan sebagai "peringatan" atas langkah AS dan Korea Selatan melakukan latihan militer. Kemudian pada Oktober, Korut melakukan uji coba penembakan rudal dari kapal selam.
Secara teori, menembakkan rudal dengan hulu ledak nuklir dari kapal selam akan menambah kemampuan serang Korut, selain juga membuat platform yang dipakai untuk menembakkan rudal menjadi lebih sulit untuk dideteksi.
Namun, Korut tidak akan dengan mudah melancarkan serangan dengan cara ini, karena kapal selam yang mereka miliki tergolong tua dan kemampuannya juga terbatas.
Baca Juga: Banyak yang tak menyangka, Kim Jong Un minta maaf ke Korsel atas kejadian ini
Peningkatan pesat kemampuan militer yang dicapai hanya dalam waktu singkat ini memunculkan pertanyaan, bagaimana semuanya dicapai oleh negara yang terisolir tersebut?
Beberapa kajian memperkirakan, Korea Utara diyakini mendapatkan komponen-komponen high performance yang didapat dari jaringan-jaringan gelap di Rusia dan Ukraina.
Baca Juga: Kim Jong Un menyesal tentaranya menembak dan membakar warga Korea Selatan
Sejak akhir 2019, Korut terus meningkatkan program persenjataan, antara lain dengan melakukan uji peluncuran rudal beberapa bulan lalu. Pada Juli, Pemimpin Korut Kim Jong Un mengatakan berhasil mengembangkan senjata nuklir "dengan kemampuan absolut" dan menambahkan bahwa negaranya sekarang "bisa melindungi diri sendiri ... berkat pertahanan nuklir yang efektif dan andal".
Bom termonuklir
Pada 3 September 2017, Korut melakukan uji nuklir terbesar mereka di Punggye-ri. Diperkirakan daya ledak senjata yang diuji antara 100 hingga 370 kiloton. Sebagai gambaran daya ledak 100 kiloton enam kali lebih hebat dibandingkan kekuatan bom yang dijatuhkan di Hiroshima pada 1945.
Korut mengeklaim bahwa uji pada awal September 2017 tersebut adalah senjata termonuklir pertama mereka.