kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.425.000   10.000   0,41%
  • USD/IDR 16.661   -24,00   -0,14%
  • IDX 8.607   58,25   0,68%
  • KOMPAS100 1.190   8,20   0,69%
  • LQ45 856   4,45   0,52%
  • ISSI 305   1,69   0,56%
  • IDX30 440   1,46   0,33%
  • IDXHIDIV20 510   3,47   0,69%
  • IDX80 133   0,68   0,51%
  • IDXV30 139   0,91   0,66%
  • IDXQ30 140   0,71   0,51%

Industri Pertahanan China Sakit: Proyek Rudal Mangkrak Akibat Badai PHK Jenderal


Selasa, 02 Desember 2025 / 08:24 WIB
Industri Pertahanan China Sakit: Proyek Rudal Mangkrak Akibat Badai PHK Jenderal
ILUSTRASI. Tahun lalu, industri pertahanan China menyusut sebesar 10%, menurut laporan terbaru dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI).


Sumber: Telegraph | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - Selama bertahun-tahun, negara-negara Barat dibuat cemas oleh kekuatan militer China. Uji coba senjata mematikan berteknologi tinggi, parade militer yang megah, dan gertakan militer terus-menerus terhadap Taiwan telah menebar ketakutan bahwa ambisi Xi Jinping untuk mendominasi Laut China Selatan bisa memicu perang besar.

Perlombaan global untuk menjadi yang terkuat memaksa para pesaingnya, seperti Jepang dan Amerika Serikat (AS), untuk menggenjot anggaran pertahanan dan memperkuat industri senjata domestik mereka demi menangkal potensi ancaman dari Beijing.

Namun ironisnya, pabrik-pabrik senjata Xi Jinping kini justru sedang terseok-seok. 

Melansir The Telegraph, tahun lalu, industri pertahanan China menyusut sebesar 10%, menurut laporan terbaru dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI).

Efek Samping 'Bersih-Bersih' Korupsi

Selama satu dekade terakhir, puluhan individu telah disingkirkan sebagai bagian dari kampanye anti-korupsi besar-besaran yang dilakukan sang pemimpin China, termasuk orang-orang di lingkaran dalamnya. Langkah ini berdampak pada kesiapan China untuk menginvasi Taiwan, tujuan utama Xi, dan kini dampaknya meluas hingga memukul industri pertahanan Beijing secara keseluruhan.

Meskipun China memiliki tentara terbesar di dunia dan makin menyaingi AS sebagai militer terkuat, anjloknya pendapatan sektor pertahanan ini menimbulkan pertanyaan: apakah tren kekuatan militer China akan terus menanjak atau justru mulai meredup?

Baca Juga: Korban Senjata Tanah Jarang China: 1 dari 3 Perusahaan Eropa Siap Pindahkan Pabrik

Kontras dengan China, perusahaan Jepang justru memuncaki daftar global dengan lonjakan pendapatan masif sebesar 40%, disusul Jerman (36%) dan Korea Selatan (31%). AS dan Inggris juga mencatat kenaikan masing-masing 4% dan 7%.

Secara global, pendapatan 100 perusahaan senjata terbesar dunia naik 5,9% ke rekor US$ 679 miliar (sekitar Rp 10.800 triliun), lapor SIPRI.

Namun, penurunan di China begitu signifikan sehingga menjadikan Asia-Oseania satu-satunya wilayah yang mengalami penurunan pendapatan di antara perusahaan senjata top dunia. Hal ini berkaitan langsung dengan aksi pembersihan korupsi yang tak henti-hentinya dilakukan Xi.

"Banyaknya tuduhan korupsi dalam pengadaan senjata menyebabkan kontrak-kontrak besar ditunda atau dibatalkan pada tahun 2024," ujar Dr. Nan Tian, direktur program pengeluaran militer dan produksi senjata SIPRI. 

Dia menambahkan, "Ini memperdalam ketidakpastian seputar modernisasi militer China dan kapan kemampuan baru mereka akan benar-benar terwujud."

Baca Juga: Rusia Berlakukan Bebas Visa 30 Hari untuk Warga China, Balasan atas Kebijakan Beijing

Raksasa yang Tumbang

Kampanye anti-korupsi ini telah "memangkas habis" berbagai cabang militer dan politik China.

Pada 2014 dan 2015, dua mantan wakil ketua Komisi Militer Pusat, organ militer utama China, disingkirkan. Kemudian, awal tahun ini, seorang wakil ketua aktif komisi tersebut (pejabat militer tertinggi kedua di China) juga dipecat, menjadi pejabat paling senior yang ditargetkan hingga saat ini.

Puluhan pejabat lain di angkatan laut, darat, pasukan roket, dan angkatan udara juga dipecat, termasuk para tokoh senior di industri senjata.

Pada 2023, pimpinan tiga produsen pertahanan terkemuka disingkirkan, termasuk Liu Shiquan, ketua China North Industries Corporation (Norinco). Akibatnya, Norinco mencatat penurunan pendapatan mengejutkan sebesar 31% pada 2024. Ini menjadi penurunan terbesar di antara perusahaan China mana pun.

Selain Liu, Wu Yansheng (Ketua China Aerospace Science and Technology Corporation/CASC) dan Wang Changqing (Wakil Manajer China Aerospace Science and Industry Corporation) juga turut disingkirkan.

CASC, yang merupakan produsen utama dirgantara dan rudal China, mengalami penurunan pendapatan 16%. Laporan SIPRI mencatat penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh penundaan proyek satelit militer dan kendaraan peluncur pasca pemecatan Wu.

Perusahaan militer besar lainnya, China Electronics Technology Group Corporation (CETC), turun 10%. Sementara pemasok senjata utama negara itu, Aviation Industry Corporation of China, turun sedikit di atas satu persen.

Hanya dua perusahaan China yang mencatat kenaikan pendapatan: China State Shipbuilding Corporation dan Aero Engine Corporation of China.

Tonton: Purbaya Investigasi Dugaan Praktik Penggelapan Ekspor-Impor Indonesia dengan China

Kecemasan Xi Jinping

Angka-angka ini kemungkinan besar membuat Xi cemas. Presiden China tersebut menjadikan ekspansi militer sebagai target utama dalam upayanya memperluas kontrol teritorial di Laut China Selatan dan terus mengancam akan melakukan "reunifikasi" paksa terhadap Taiwan.

Peneliti SIPRI, Xiao Liang, mengatakan bahwa jadwal pengembangan sistem canggih untuk Pasukan Roket Tentara Pembebasan Rakyat (PLA), yang menangani arsenal rudal balistik, hipersonik, dan jelajah, bisa jadi terganggu, begitu pula dengan program dirgantara dan siber.

Beijing kini juga harus menghadapi peningkatan militerisasi di negara tetangga, Jepang, seiring memanasnya ketegangan kedua negara setelah Perdana Menteri Sanae Takaichi menyatakan bahwa krisis di Taiwan dapat memicu respons militer Jepang.

Kesimpulan

1.Blunder Internal: Ambisi Xi Jinping memperkuat militer justru terhambat oleh kebijakan anti-korupsinya sendiri. Pemecatan massal para pejabat tinggi menyebabkan penundaan dan pembatalan kontrak senjata vital.

2. Anomali Global: Di saat industri pertahanan dunia (terutama Jepang, Jerman, dan Korea Selatan) sedang panen keuntungan dan tumbuh pesat, industri pertahanan China justru mengalami kontraksi (minus 10%).

3. Dampak Nyata: Raksasa senjata seperti Norinco dan CASC mengalami kerugian besar (turun 16-31%). Proyek krusial seperti satelit militer dan rudal menjadi korban penundaan.

4. Tantangan Ganda: China kini terjepit antara masalah internal (produksi senjata macet) dan tekanan eksternal (Jepang dan AS yang terus memperkuat militer mereka).

Selanjutnya: 5 Legenda Sepak Bola yang Tidak Pernah Tampil di Piala Dunia

Menarik Dibaca: IHSG Bisa Menguat, Berikut Rekomendasi Saham BRI Danareksa Sekuritas Selasa (2/12)




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×