Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
BRUSEL. Ekonomi Eropa masih lesu darah. Indikasi ini terlihat dari inflasi Uni Eropa pada Desember 2015 yang lebih melandai ketimbang proyeksi para ekonom.
Data Europen Union Statistics menyebut, inflasi di bulan itu naik 0,2% secara tahunan. Angka tersebut lebih rendah dari proyeksi para ekonom disurvei Bloomberg yang memperkirakan meningkat 0,3%.
Senin lalu (4/1), kantor statistik Jerman memprediksi inflasi Eropa sebesar 0,3%, lebih rendah dari proyeksi ekonom yang memperkirakan sebesar 0,4%. "Data ini menimbulkan kekecewaan besar," ujar Jane Foley, Strategi Valuta Asing Rabobank.
Padahal European Central Bank (ECB) mencoba mendongkrak inflasi dengan berbagai kebijakan yang tidak konvensional. Seperti menetapkan suku bunga di level negatif dan membeli aset besar-besaran. Semuanya dilakukan agar inflasi mendekati 2%.
Namun, penurunan harga minyak membuat target inflasi Eropa sulit tercapai. Harga rata-rata minyak mentah brent di akhir 2015 mencapai level terendah dalam 11 tahun. Ini karena Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) terus memompa produksi.
Tahun ini, ECB memperkirakan inflasi Eropa akan sebesar 1%. Sementara pada 2017 inflasi diprediksi 1,6%. Holger Sandte, Kepala Analis Nordea Market memperkirakan, target inflasi ECB tidak akan tercapai.
"Dengan inflasi di bawah target, ECB tidak bisa mengesampingkan pelonggaran stimulus lebih lanjut," jelas dia. ECB sejak akhir tahun lalu memperpanjang stimulus dengan memotong suku bunga deposito menjadi minus 0,3% dan memperpanjang masa pembelian aset secara besar-besaran. Ini untuk membuat inflasi bergerak ke level 2%. A