Sumber: CNBC,Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - TOKYO. Sejumlah pengamat ekonomi menilai, pilihan terbaik bagi China saat perang dagang adalah menunggu dengan sabar. Pasalnya, perekonomian domestik China yang besar mencatatkan peningkatan didorong oleh kekuatan konsumennya, bukan perdagangan internasional.
Melansir CNBC, Chung Man Wing, investment director Value Partners mengatakan, memainkan permainan yang panjang dalam perang dagang ini kemungkinan adalah opsi terbaik dan satu-satunya yang dimiliki China.
Seiring dengan meningkatnya perang dagang dengan AS, negara dengan perekonomian terbesar kedua ini akan mencari jalan untuk mengerek kembali perekonomian domestik mereka. Apalagi, ekonomi domestik memberikan kontribusi lebih besar terhadap pertumbuhan ketimbang ekspor.
Baca Juga: Trump: Hari ini ada pembicaraan AS dan China untuk redakan perang dagang
"Pemerintah China tengah berupaya untuk membeli waktu dalam hal mencari cara dalam melakukan restrukturisasi perekonomian domestik mereka, khususnya sektor perusahaan domestik," kata Chung kepada CNBC pada Kamis (29/8).
Dia menambahkan, perdagangan eksternal hanya memiliki porsi yang kecil bagi ekonomi China, yakni sekitar 20% dari Produk Domestik Bruto China. "Mayoritas dari ekspor tersebut sebenarnya bukan ke AS. Sehingga China mampu bermain panjang dalam isu ini. Mereka bermain dengan sangat baik," papar Chung lagi.
Pada faktanya, Deutsche Bank dalam hasil risetnya bilang, 80% ekspor barang-barang China dikirim ke negara-negara selain AS.
Baca Juga: Hindari eskalasi perang dagang, China minta AS batalkan tarif tambahan
"Kami mendeskripsikan strategi China saat ini sebagai sesuatu yang 'tahan banting'. Tujuan utamanya adalah untuk menciptakan agar perekonomian China lebih tahan banting, hingga nantinya kenaikan pajak AS diberlakukan efektif," jelas ekonom Deutsche Yi Xiong dalam laporannya yang dirilis Rabu (28/8).
CNBC menuliskan, kisruh perang dagang antara AS dan China sudah berlangsung lebih dari satu tahun. Hingga kini, belum ada tanda-tanda akan mereda. Pada Jumat pekan lalu, misalnya, China mengatakan pihaknya akan menetapkan pajak baru atas barang-barang Amerika senilai US$ 75 miliar. Sebagai balasannya, Presiden AS Donald Trump bilang dia akan menaikkan pajak atas barang-barang China senilai US$ 550 miliar.
Baca Juga: Imbas perang dagang, Huawei segera luncurkan produk baru tanpa dukungan google
Didorong ekonomi domestik
Tetapi para ekonom ANZ menunjukkan bagaimana tingkat PDB China "hampir tidak terpengaruh" bahkan setelah ekspornya mulai mengalami penurunan pada 2018 ketika perang dagang dimulai.
"Penilaian dampak (perdagangan) terhadap pertumbuhan terlalu tinggi," kata ANZ dalam laporan yang dirilis Rabu. Laporan ANZ itu juga menunjukkan, pertumbuhan PDB China semester I tahun ini masih di level 6,3% meskipun kenaikan pajak impor sudah mempengaruhi ekspor Negeri Panda.
Baca Juga: Kapal perang AS kembali berlayar di dekat pulau-pulau laut China Selatan
Masih melansir Reuters, ketidakpastian perang dagang membuat pemerintah China menurunkan target pertumbuhannya antara 6% dan 6,5% untuk tahun ini. Sementara, tahun lalu targetnya adalah 6,5%.
"Tetapi, pertumbuhan Tiongkok didorong oleh domestik; konsumsi dan investasi infrastruktur layak mendapat perhatian lebih daripada ekspor,” tulis tim ekonom ANZ.
Xiong Deutsche Bank juga sepakat. Dia bilang, meski ekonomi China mengalami perlambatan, kontribusi langsung perang dagang tampaknya tidak terlalu besar. Xiong menilai, perlambatan ekonomi lebih disebabkan oleh adanya penurunan tingkat investasi pemerintah, kenaikan utang rumah tangga, dan upaya pengurangan utang.