Sumber: NDTV | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Israel melancarkan serangan udara besar-besaran ke ibu kota Iran pada Jumat dini hari, menargetkan fasilitas nuklir dan instalasi militer utama.
Serangan ini menewaskan setidaknya dua pejabat militer tertinggi Iran, termasuk Komandan Garda Revolusi, Jenderal Hossein Salami, dan Kepala Staf Angkatan Bersenjata, Jenderal Mohammad Bagheri.
Serangan tersebut menjadi eskalasi paling signifikan yang dihadapi Iran sejak Perang Iran-Irak pada 1980-an, dan meningkatkan risiko perang terbuka antara dua musuh bebuyutan di kawasan Timur Tengah.
Serangan Israel dilaporkan menghantam berbagai situs penting di seluruh Iran, termasuk fasilitas pengayaan uranium di Natanz. Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengonfirmasi bahwa fasilitas tersebut menjadi target dan menyatakan sedang memantau tingkat radiasi secara ketat.
Baca Juga: Ketegangan Iran–Israel Meledak, Investor Panik Borong Emas! Harga Menuju Rekor Baru?
Brigjen Effie Defrin, juru bicara militer Israel, menyebutkan bahwa lebih dari 200 pesawat tempur terlibat dalam operasi ini dan sekitar 100 target dihantam dalam gelombang pertama serangan.
Iran Janji Balas dengan "Hukuman Berat"
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, mengutuk serangan itu sebagai "kejahatan besar terhadap bangsa Iran" dan berjanji akan memberikan "hukuman berat" kepada Israel. Teheran segera meluncurkan lebih dari 100 drone sebagai respons awal terhadap serangan tersebut.
Kantor berita resmi IRNA mengonfirmasi bahwa sejumlah pejabat senior militer dan ilmuwan nuklir juga turut menjadi korban, memperparah dampak strategis dari serangan Israel.
Pemerintahan Presiden Donald Trump menegaskan bahwa Amerika Serikat tidak terlibat dalam serangan tersebut. Namun, Gedung Putih menyatakan keprihatinan terhadap potensi serangan balasan yang dapat membahayakan personel dan kepentingan AS di Timur Tengah.
AS telah menarik sebagian diplomat dari Baghdad dan menawarkan evakuasi sukarela bagi keluarga tentara di kawasan tersebut. Menteri Luar Negeri Marco Rubio menyatakan bahwa Israel bertindak secara unilateral dan telah menginformasikan kepada Washington bahwa tindakan ini diambil untuk mempertahankan diri.
Netanyahu: "Ini Soal Kelangsungan Hidup Israel"
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa serangan ini merupakan langkah pre-emptive untuk mencegah Iran membangun senjata nuklir. “Ini adalah ancaman nyata terhadap kelangsungan hidup Israel,” ujarnya.
Netanyahu juga menyampaikan pesan kepada rakyat Iran bahwa konflik ini ditujukan kepada “diktator brutal” yang telah menindas mereka selama 46 tahun.
Netanyahu berharap serangan ini akan mempercepat runtuhnya rezim Teheran dan menyebut bahwa “hari pembebasan rakyat Iran sudah dekat.”
Sebagai respons atas serangan ini, Iran, Israel, Irak, dan Yordania menutup wilayah udara mereka. Bandara utama di Israel ditutup, sementara harga minyak mentah Brent melonjak hampir 8% akibat kekhawatiran akan terganggunya stabilitas kawasan dan pasokan energi global.
Baca Juga: Konflik Iran vs Israel Memanas, Intip Perbandingan Kekuatan Angkatan Udara Keduanya
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, memperingatkan bahwa serangan rudal dan drone balasan dari Iran bisa terjadi kapan saja. Ia menyerukan kepada warga Israel untuk mengikuti instruksi dari Komando Pertahanan Dalam Negeri dan tetap berada di area perlindungan.
Negosiasi Nuklir Terancam Gagal
Serangan ini terjadi di tengah upaya negosiasi yang dilakukan AS untuk menekan Iran agar kembali patuh pada ketentuan pengawasan nuklir internasional.
Namun, keputusan Trump untuk tetap membuka jalur diplomatik kini menghadapi tantangan besar, apalagi setelah Dewan Gubernur IAEA secara resmi mencela Iran karena menolak bekerja sama dengan para inspektur.
Iran menanggapi dengan mengumumkan rencana pembangunan fasilitas pengayaan ketiga dan mengganti sentrifugalnya dengan model yang lebih canggih—sebuah langkah yang dipandang sebagai penolakan terang-terangan terhadap diplomasi internasional.