Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - LONDON. Saat perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China berkecamuk, di belahan dunia lain terjadi konflik yang tak kalah panas. Dua musuh bebuyutan, yakni Iran dan AS saling mengeluarkan pernyataan keras.
Iran bertekad akan memblikir Selat Hormuz. Perairan ini merupakan pintu keluar dari kawasan teluk ke laut terbuka, termasuk jalur minyak dari kawasan tersebut.
Kepala Pengawal Revolusi Iran mengatakan, pasukan mereka siap untuk menerapkan blokade di Selat Hormuz. Langkah ini dilakukan jika Iran tidak dapat menjual minyak mentah atas sanksi dari Presiden AS Donald Trump. "Presiden kami mengatakan, rencana ini akan dilaksanakan jika diperlukan," kata Mohammad Ali Jafari, Komandan Garda Revolusioner Islam, seperti yang dikutip Reuters (5/7). Iran ingin menjadikan musuh memahami, semua membutuhkan Selat Hormuz.
Perseteruan dua musuh lama ini setelah AS menarik diri dari perjanjian nuklir tahun 2015 yang disepakati oleh Iran dan enam negara kekuatan dunia, yakni AS, Rusia, Inggris, Prancis, Jerman dan China). Dalam perjanjian itu, Iran bersedia mengekang program nuklir dengan imbalan pencabutan sanksi atau embargo.
Sejak menarik diri dari kesepakatan nuklir, Washington meminta kepada seluruh negara agar menghentikan semua impor minyak dari Iran mulai 4 November medatang atau akan menghadapi langkah-langkah sanksi keuangan dari AS.
Mohammad Ali Jafari, Komandan Pengawal Revolusi Islam Iran, seperti dikutip oleh kantor berita Tasnim menegaskan, jika Iran tidak dapat menjual minyaknya di bawah tekanan AS, maka negara lain juga tidak bisa melakukan hal tersebut. "Pilihannya, Selat Hormuz untuk semua, atau tidak untuk semua," tegas Jafari
Iran tetap ekspor minyak
Menurut data terbaru dari Administrasi Informasi Energi AS (EIA), konsentrasi tanker pada wilayah ini merupakan yang terbesar di dunia. Pada tahun 2015, wilayah ini mengangkut sekitar 30% dari semua minyak mentah yang diperdagangkan dunia. Menurut EIA, sepanjang tahun 2016, tercipta rekor 18,5 juta barel per hari melewati Selat Hormuz.
Brian Hook, Direktur Perencanaan Kebijakan Departemen Luar Negeri Iran mengatakan, AS ingin menguras pendapatan Iran hingga nol melalui penjualan minyak mentah. Untuk itu, AS terus meningkatkan tekanan kepada Iran.
Presiden Iran Hassan Rouhani Selasa (3/7) mengatakan, ancaman AS merupakan kesalahan. Ia menegaskan, tidak benar Iran menjadi satu-satunya negara yang tidak bisa mengekspor minyak.
Militer AS berjanji menjaga perairan teluk agar tetap terbuka bagi kapal tanker. "Kami dan sekutu regional siap memastikan kebebasan navigasi dan lalu lintas perdagangan bebas di mana pun hukum internasional mengizinkan," kata Jurubicara Komando Sentral Militer AS, Kapten Bill Urban, Kamis (5/7).