Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kabinet politik-keamanan Israel secara resmi menyetujui rencana militer untuk mengambil alih Kota Gaza, menandai perluasan signifikan dari operasi militer yang telah berlangsung hampir dua tahun.
Langkah ini diambil di tengah kritik internasional yang semakin keras dan meningkatnya ketegangan domestik terkait krisis kemanusiaan yang memburuk di Jalur Gaza.
Rencana Militer Fokus pada Kota Gaza
Menurut pernyataan dari kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Israel Defence Forces (IDF) akan “bersiap mengambil kendali atas Kota Gaza sambil tetap menyediakan bantuan kemanusiaan bagi warga sipil di luar zona tempur.”
Meski Netanyahu sebelumnya menyatakan niat untuk mengambil kendali militer atas seluruh Jalur Gaza, rencana yang disetujui Jumat ini berfokus khusus pada Kota Gaza, wilayah terpadat di bagian utara enklave tersebut.
Baca Juga: PM Benjamin Netanyahu Sebut Israel Ingin Kuasai Seluruh Jalur Gaza
Wartawan Axios, Barak Ravid, mengutip pejabat Israel di platform X, mengatakan rencana tersebut melibatkan evakuasi warga sipil Palestina dari Kota Gaza sebelum serangan darat dimulai.
“Kami Tidak Ingin Menguasainya Secara Permanen”
Dalam wawancara dengan Fox News, Netanyahu menyatakan bahwa Israel bermaksud mengambil alih kendali militer seluruh wilayah Gaza, namun tidak ingin menjadi kekuatan yang memerintah di sana. “Kami tidak ingin menguasainya. Kami ingin memiliki perimeter keamanan. Kami tidak ingin menjadi badan pemerintahan di sana,” ujarnya.
Netanyahu menambahkan bahwa Israel berharap dapat menyerahkan pemerintahan Gaza kepada “kekuatan Arab,” meski belum menjelaskan negara mana yang akan terlibat atau bentuk struktur pemerintahan seperti apa yang akan dibentuk.
Ketegangan Internal di Pemerintahan Israel
Rencana perluasan operasi militer ini juga memicu ketegangan di dalam pemerintahan Israel. Menurut sumber, pertemuan sebelumnya dengan Kepala Staf Militer Eyal Zamir berlangsung tegang karena sang jenderal menolak perluasan kampanye militer.
Beberapa skenario yang dipertimbangkan termasuk pengambilalihan bertahap wilayah-wilayah Gaza yang belum dikuasai IDF.
Baca Juga: Rencana Netanyahu: Gaza Diambil Alih Israel, Dikelola Negara Arab
Salah satu sumber menyebutkan bahwa Israel dapat mengeluarkan peringatan evakuasi kepada warga sipil Palestina beberapa minggu sebelum operasi militer dimulai.
Penolakan Hamas dan Arab
Menanggapi rencana ini, Hamas menyebut komentar Netanyahu sebagai “kudeta terang-terangan terhadap proses negosiasi.” Hamas menuduh Netanyahu berniat mengorbankan para sandera Israel yang masih ditahan demi agenda politik.
Pejabat Yordania mengatakan kepada Reuters bahwa negara-negara Arab hanya akan mendukung solusi yang disepakati oleh rakyat Palestina, dan menegaskan bahwa keamanan Gaza seharusnya dikelola oleh “lembaga Palestina yang sah.”
Tokoh Hamas, Osama Hamdan, menyatakan bahwa pihaknya akan menganggap kekuatan mana pun yang mencoba memerintah Gaza sebagai kekuatan pendudukan yang berafiliasi dengan Israel.
Awal tahun ini, Israel dan Amerika Serikat menolak usulan Mesir yang didukung oleh negara-negara Arab, yang mengusulkan pembentukan komite administratif independen dari teknokrat Palestina untuk memerintah Gaza pascaperang.
Baca Juga: WHO: Hampir 12.000 Balita di Gaza Mengalami Malnutrisi Akut
Kondisi Sandera dan Kritik Internasional
Saat ini, masih terdapat 50 sandera di Gaza, dan otoritas Israel percaya sekitar 20 orang di antaranya masih hidup. Sejauh ini, sebagian besar pembebasan sandera terjadi melalui jalur diplomatik. Namun, negosiasi gencatan senjata yang dapat membuka peluang pembebasan lebih lanjut telah gagal pada Juli lalu.
Hamas mengisyaratkan kepada mediator Arab bahwa peningkatan bantuan kemanusiaan ke Gaza dapat membuka kembali jalur perundingan. Namun, Israel menuduh Hamas menyita bantuan tersebut untuk mendanai operasinya, klaim yang dibantah oleh Hamas.
Video baru-baru ini menunjukkan dua sandera yang masih hidup dalam kondisi sangat lemah, memicu kecaman luas. Sementara itu, gambar anak-anak Gaza yang kekurangan gizi juga mengundang perhatian dunia dan memperburuk citra Israel secara internasional.