Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - YERUSALEM. Menteri Pertahanan Israel Benny Grantz menegaskan, Pemerintah Israel masih berharap bisa memboyong satu skuadron jet tempur siluman F-35 dari Amerika Serikat (AS) dalam waktu dekat.
Kepada Ynet TV seperti dikutip Reuters, Senin (4/1), Grantz menyampaikan, kesepakatan dapat dicapai sebelum Presiden AS Donald Trump meletakkan jabatannya pada 20 Januari nanti.
Israel telah melakukan pembicaraan dengan AS mengenai keuntungan militer mereka di Timur Tengah setelah Pemerintahan Trump menyetujui rencana penjualan jet tempur F-35 ke Uni Emirat Arab tahun lalu.
Jet tempur siluman F-35 buatan AS pada awalnya hanya akan tersedia untuk Israel, bukan negara lain yang ada di kawasan yang sama.
Baca Juga: Jet tempur J-10C dan J-11B China unjuk gigi dalam latihan gabungan dengan Pakistan
"Tanpa keraguan, kami perlu memperbanyak jajaran F-35. Saat ini, kami memiliki dua skuadron. Saya rasa, kami akan terus mengembangkannya," ungkap Grantz.
Tapi, Granrz tidak memerinci jumlah F-35 yang nantinya diharapkan masuk dalam skuadron baru. Hanya sebagai gambaran, dua skuadron sebelumnya masing-masing berisi 50 pesawat.
Juga membeli membeli jet tempur F-15
Terkait dengan penyelesaian kesepakatan pengadaan F-35, Grantz berharap, semuanya bisa selesai sebelum Trump meninggalkan Gedung Putih, setelah kalah dalam Pemilihan Presiden AS.
"Saya harap begitu. Saya kira anggaran pertahanan perlu ditangani dengan baik, untuk diamankan. Ini semacam polis asuransi aktif," ujar Grantz.
Baca Juga: Dapat kemampuan tambahan, rudal hipersonik DF-17 China si pembunuh kapal induk
Bukan cuma F-35, Grantz juga sempat menyinggung kemungkinan penguatan armada udara dengan membeli jet tempur F-15 di masa depan. Berbeda dengan F-35 yang dibuat oleh Lockheed Martin, F-15 merupakan produk unggulan Boeing.
Pemerintahan Israel sedang dalam fase yang cukup sulit setelah koalisi Gantz dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu berantakan bulan lalu dan memicu pemungutan suara pada 23 Maret nanti.
Untuk saat ini, kedua sosok penting dalam Pemerintahan Israel tersebut masih tetap berada di jabatan mereka sambil menunggu pemerintahan baru dibentuk setelah pemungutan suara.