Sumber: Reuters | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Ilmuwan China, yang menjadi pusat teori pandemi virus corona baru berasal dari kebocoran laboratorium khususnya di Kota Wuhan, membantah institusinya yang harus disalahkan atas bencana kesehatan tersebut.
"Bagaimana saya bisa menawarkan bukti untuk sesuatu yang tidak ada buktinya?" kata Dr Shi Zhengli kepada New York Times dalam komentar yang langka kepada media, seperti dikutip Reuters.
"Saya tidak tahu bagaimana dunia menjadi seperti ini, terus-menerus menuangkan kotoran pada ilmuwan yang tidak bersalah," ujarnya yang mendapat julukan Wanita Kelelawar.
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden bulan lalu memerintahkan badan-badan intelijen untuk menyelidiki asal mula pandemi, termasuk teori kebocoran laboratorium.
Baca Juga: Soal hipotesis kebocoran lab Covid-19, Trump: China harus membayarnya
Hipotesis kebocoran telah dilontarkan sebelumnya selama wabah global, termasuk oleh pendahulu Biden, Donald Trump, tetapi secara luas diberhentikan sebagai teori konspirasi.
Tetapi, telah mendapatkan daya tarik yang meningkat baru-baru ini, didorong oleh laporan tiga peneliti dari Institut Virologi Wuhan jatuh sakit pada 2019 setelah mengunjungi gua kelelawar di Provinsi Yunnan, China Barat Daya.
Menciptakan virus corona hibrida baru
Shi adalah seorang ahli dalam virus corona kelelawar, yang membuatnya mendapat julukan Wanita Kelelawar.
Dan, beberapa ilmuwan mengatakan, dia bisa memimpin apa yang disebut eksperimen "keuntungan fungsi" di mana para ilmuwan meningkatkan kekuatan virus untuk mempelajari efeknya dengan lebih baik pada inang.
Baca Juga: WHO tidak dapat memaksa China berikan lebih banyak info tentang asal-usul COVID-19
Menurut New York Times, pada 2017, Shi dan rekan-rekannya di laboratorium Wuhan menerbitkan laporan percobaan, di mana mereka menciptakan virus corona hibrida baru dengan mencampur dan mencocokkan bagian dari beberapa yang sudah ada.
Termasuk, setidaknya satu yang hampir menular untuk manusia, guna mempelajari kemampuan mereka untuk menginfeksi dan bereplikasi dalam sel manusia.
Namun dalam e-mail ke surat kabar AS itu, Shi menyebutkan, eksperimennya berbeda dari eksperimen gain-of-function (GOF) karena mereka tidak berusaha membuat virus lebih berbahaya.
Sebaliknya, mereka mencoba memahami bagaimana virus bisa melompati spesies. "Laboratorium saya tidak pernah melakukan atau bekerja sama dalam melakukan eksperimen GOF yang meningkatkan virulensi virus," tegasnya.