Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Jepang dan sejumlah produsen otomotif besar asal negeri tersebut memperingatkan Vietnam bahwa rencana larangan sepeda motor berbahan bakar bensin di Hanoi dapat menimbulkan hilangnya lapangan kerja serta mengganggu pasar motor senilai US$ 4,6 miliar yang didominasi oleh Honda.
Peringatan ini disampaikan melalui surat resmi dari Kedutaan Besar Jepang di Hanoi, sebagaimana diungkapkan dalam dokumen yang ditinjau oleh Reuters serta tujuh sumber yang mengetahui pembahasan tersebut.
Kebijakan Pengurangan Polusi Udara
Pada Juli lalu, Perdana Menteri Vietnam Pham Minh Chinh menerbitkan peraturan yang melarang motor bensin memasuki pusat ibu kota mulai pertengahan 2026 sebagai bagian dari upaya mengatasi polusi udara tinggi di Hanoi.
Pembatasan yang lebih luas akan diberlakukan pada 2028 dan diperkirakan meluas ke wilayah lain di Vietnam.
Baca Juga: Trump Teken Kebijakan Ganda: Insentif Produksi Otomotif dan Tarif Baru Truk Impor
Sebagai tanggapan, Kedutaan Besar Jepang memperingatkan bahwa larangan mendadak tersebut dapat berdampak terhadap industri pendukung, termasuk dealer sepeda motor dan pemasok suku cadang.
Pihak kedutaan juga meminta pemerintah Vietnam untuk menetapkan “peta jalan elektrifikasi yang tepat”, dengan periode persiapan dan penerapan bertahap.
Industri Motor Vietnam: Salah Satu Pasar Terbesar Dunia
Pasar kendaraan roda dua Vietnam termasuk yang terbesar di dunia, dengan nilai mencapai US$ 4,6 miliar pada 2025 menurut riset Mordor Intelligence.
Jumlah motor yang terdaftar bahkan hampir menyamai 80% populasi negara—sekitar 100 juta jiwa—menjadikannya salah satu tingkat kepemilikan tertinggi secara global.
Produsen Jepang Peringatkan Risiko Kebangkrutan
Asosiasi produsen motor asing di Vietnam, yang dipimpin oleh Honda, serta mencakup Yamaha dan Suzuki, juga mengirim surat ke pemerintah pada Juli lalu.
Dalam surat tersebut, mereka memperingatkan bahwa kebijakan pelarangan dapat menyebabkan gangguan produksi dan risiko kebangkrutan bagi perusahaan dalam rantai pasok.
Surat itu juga menyebut adanya efek domino terhadap ratusan ribu pekerja, hampir 2.000 dealer, dan sekitar 200 pemasok komponen.
Para produsen meminta masa transisi minimal dua hingga tiga tahun untuk menyesuaikan lini produksi, sembari memperluas infrastruktur stasiun pengisian daya dan standar keselamatan.
Hingga kini, pihak berwenang Vietnam belum merespons permintaan tersebut, menurut tiga sumber yang mengetahui pembahasan internal.
Pemerintah Tetap Kukuh pada Target Lingkungan
Meski menuai protes, pemerintah Vietnam menegaskan bahwa larangan motor bensin diperlukan untuk mengatasi polusi udara yang parah di Hanoi.
Baca Juga: 10 Mobil dengan Harga Bekas Tertinggi di Tahun 2025: Toyota Mendominasi
Pemerintah kota Ho Chi Minh City, pusat ekonomi terbesar Vietnam, juga telah mengisyaratkan rencana pembatasan kendaraan berbahan bakar fosil.
Menanggapi kekhawatiran tersebut, PM Pham Minh Chinh menyatakan kepada eksekutif Jepang pada Agustus lalu bahwa pengurangan emisi adalah isu global yang memerlukan kolaborasi untuk mencari solusi paling optimal dengan peta jalan yang sesuai.
Dominasi Honda di Pasar Vietnam
Honda menguasai sekitar 80% pangsa pasar sepeda motor di Vietnam, dengan penjualan 2,6 juta unit pada 2024. Di negara ini, nama “Honda” bahkan telah menjadi padanan umum untuk kata “motor” di kalangan masyarakat.
Menurut sejumlah sumber, Honda menjadi pihak utama yang mendesak pemerintah Vietnam untuk meninjau ulang kebijakan tersebut.
Dalam pembicaraan internal, salah satu perwakilan Honda sempat mengisyaratkan kemungkinan mengurangi kapasitas produksi di Vietnam apabila larangan diterapkan tanpa masa transisi.
Meski demikian, Honda menegaskan bahwa perusahaan tidak memiliki rencana untuk menutup pabrik, melainkan akan memantau situasi secara cermat.
Perusahaan asal Jepang ini memiliki empat fasilitas produksi di Vietnam dan telah memperkenalkan dua model listrik, yakni CUV e: dan ICON e:.
Namun, penjualan Honda di Vietnam sempat anjlok 22% pada Agustus (bulan saat larangan diumumkan), sebelum sedikit pulih pada September.
VinFast Jadi Pemenang Baru di Era Elektrifikasi
Sementara itu, produsen lokal VinFast, yang terdaftar di bursa Nasdaq, mencatat lonjakan penjualan 55% untuk motor listrik dan e-bike pada kuartal II 2025 dibandingkan kuartal sebelumnya.
Baca Juga: Spanyol Dikabarkan Jadi Kandidat Utama Sebagai Lokasi Pabrik Ketiga BYD di Eropa
Menurut survei konsumen oleh Asia Plus, penjualan VinFast diperkirakan melonjak tajam setelah larangan motor bensin diberlakukan.
Langkah pemerintah juga berdampak pada penjualan mobil berbahan bakar bensin, yang turun 18% pada September dibanding tahun sebelumnya, menurut data VAMA (Vietnam Automobile Manufacturers Association).
Meskipun VAMA menyebut kebijakan tersebut tidak berdampak langsung pada industri mobil, mereka mengakui bahwa sebagian konsumen kini ragu membeli kendaraan baru.
Di segmen mobil, Toyota Jepang masih menjadi pemimpin pasar dengan pangsa lebih dari 25% penjualan nasional pada September 2025, menurut data VAMA.