CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.364.000   21.000   0,90%
  • USD/IDR 16.757   28,00   0,17%
  • IDX 8.420   13,34   0,16%
  • KOMPAS100 1.164   -0,44   -0,04%
  • LQ45 848   -0,95   -0,11%
  • ISSI 294   0,44   0,15%
  • IDX30 442   -0,63   -0,14%
  • IDXHIDIV20 514   -0,01   0,00%
  • IDX80 131   0,01   0,01%
  • IDXV30 135   -0,15   -0,11%
  • IDXQ30 142   -0,01   -0,01%

Jepang–China Diperkirakan Hadapi Ketegangan dalam Jangka Panjang


Kamis, 20 November 2025 / 15:27 WIB
Jepang–China Diperkirakan Hadapi Ketegangan dalam Jangka Panjang
ILUSTRASI. Pernyataan PM Jepang Takaichi tentang Taiwan memicu ketegangan diplomatik besar dengan China. Pelajari dampaknya pada ekonomi dan hubungan kedua negara.


Sumber: Reuters | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - TOKYO. Pernyataan spontan Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi yang memicu ketegangan diplomatik terbesar dengan China dalam beberapa tahun terakhir sebenarnya tidak dimaksudkan sebagai sinyal perubahan kebijakan atau sikap garis keras.

Namun setelah mengungkapkan secara terbuka bagaimana Jepang mungkin merespons serangan hipotetis China terhadap Taiwan, Takaichi kini menghadapi situasi yang sulit diredam, menurut dua pejabat pemerintah Jepang yang mengetahui persoalan tersebut.

China menunjukkan ketidaksenangannya melalui langkah-langkah yang menimbulkan tekanan ekonomi terhadap Jepang, termasuk boikot perjalanan, penghentian impor makanan laut, serta pembatalan sejumlah pertemuan dan acara budaya.

Menurut para pejabat Jepang, komentar Takaichi, yang diberikan secara tidak terskenario dalam sesi tanya jawab pertamanya di parlemen tidak dapat ditarik kembali meski Beijing mendesak hal tersebut.

“Sebenarnya lebih baik jika itu tidak diucapkan, tetapi pernyataannya tidak salah,” ujar salah satu pejabat yang meminta anonim.

“Kami tidak bisa mencabutnya,” tambahnya.

Baca Juga: Presiden Taiwan Santap Sushi Jepang di Tengah Ancaman Larangan China

Popularitas Takaichi Tidak Terpengaruh di Dalam Negeri

Meski memicu kemarahan Beijing, jajak pendapat menunjukkan pernyataan itu tidak merusak popularitas Takaichi di dalam negeri.

Kantor PM menegaskan bahwa pernyataan tersebut tidak mengubah posisi resmi pemerintah Jepang, serta Jepang tetap terbuka untuk dialog dalam berbagai format.

China sejauh ini belum memberikan tanggapan resmi atas perkembangan terbaru ini.

“Musim Dingin Panjang” Hubungan Jepang–China?

Secara tradisional, para pemimpin Jepang menghindari menyebut Taiwan dalam skenario konflik, mengikuti prinsip ambiguitas strategis yang juga dianut oleh sekutu utamanya, Amerika Serikat.

Namun analis menilai bahwa komentar Takaichi, karena diucapkan terang-terangan membuat situasi semakin rumit.

Jeremy Chan, analis senior untuk Asia Timur Laut di Eurasia Group, mengatakan bahwa Takaichi kini “terjebak secara tidak sengaja” sehingga tidak ada jalan keluar cepat dari krisis diplomatik ini.

Beijing bahkan telah membatalkan kemungkinan pertemuan antara Takaichi dan Perdana Menteri China Li Qiang di sela-sela pertemuan G20 di Afrika Selatan akhir pekan ini.

Situasi ini mulai dibandingkan dengan krisis tahun 2012, ketika keputusan Jepang menasionalisasi pulau sengketa memicu unjuk rasa besar anti-Jepang di China, dan dialog tingkat tinggi sempat terhenti selama dua setengah tahun.

Baca Juga: Efek Domino Taiwan: China Setop Kunjungan, Pariwisata Jepang Kolaps?

Ekonom memperingatkan bahwa bila ketegangan saat ini berlangsung lama, dampak ekonomi bagi Jepang bisa sangat berat.

  • Boikot perjalanan dari China berpotensi menimbulkan kerugian lebih dari US$14 miliar per tahun, menurut Takahide Kiuchi dari Nomura Research Institute.

  • Risiko yang lebih besar adalah penghentian pasokan mineral kritis yang sangat dibutuhkan industri elektronik dan otomotif Jepang.

  • Meski Jepang melakukan diversifikasi, China masih memasok sekitar 60% impor rare earth Jepang, menurut Capital Economics.

  • Boikot barang Jepang seperti tahun 2012 bisa menghapus penjualan setara 1% dari PDB Jepang, ujar Marcel Thieliant, Kepala Riset Asia Capital Economics.

Pertemuan Diplomatik yang Kian Membeku

Upaya Tokyo untuk meredakan ketegangan justru menonjolkan semakin lebarnya jurang kedua negara.

Saat pertemuan di Beijing pada Selasa, pejabat senior China Liu Jinsong menggambarkan pembicaraan dengan mitra Jepang sebagai “serius”. Media negara China menyebut bahkan pakaian Liu, seragam berkerah tanpa kancing merupakan simbol perlawanan historis terkait gerakan pelajar anti-imperialisme pada 1919.

Rekaman televisi menunjukkan Liu berdiri berjarak dan dengan tangan di kantong, gestur yang dipandang tidak sopan dalam diplomasi formal—tanda bahwa Beijing ingin dunia melihat ketegangan ini secara terang-terangan.

Baca Juga: Pasar Masih Khawatir Valuasi Saham Teknologi, Indeks Nikkei Jepang Kembali Melorot

“Jika China melakukan ini di depan kamera, artinya mereka ingin dunia tahu,” kata Chan.

Dua pejabat pemerintah Jepang mengatakan belum ada titik awal untuk meredakan perselisihan.
Sementara itu, China semakin mengintensifkan serangan verbal terhadap Takaichi.

Seorang diplomat China sempat dianggap mengancam pemenggalan kepala Takaichi dalam unggahan yang cepat dihapus. Seorang komentator nasionalis menyebutnya “penyihir jahat”, dan akun resmi militer China di X mengunggah kartun yang menampilkan Takaichi membakar konstitusi pasifis Jepang.

Seorang diplomat senior AS di Asia, yang berbicara tanpa menyebut nama, meragukan adanya solusi cepat:

“Saya skeptis akan ada jalan keluar jangka pendek—setidaknya sampai China kembali tergelincir dalam hubungannya dengan Washington dan merasa perlu merayu Jepang.”

Selanjutnya: Besok (21/11) jadwal Pengumuman UMP 2026, Cek Daftar UMP 2025 untuk Dasar Perhitungan

Menarik Dibaca: Hubungan Indonesia–Kuba Genap 65 Tahun, Ini Pelajaran Budaya yang Bisa Diambil




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×