Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jumlah orang miskin baru semakin bertambah banyak di Asia Tenggara akibat pandemi Covid-19 yang telah memukul ekonomi di seluruh dunia. Padahal sebelumnya kelas menengah telah mengalami lonjakan di kawasan ini.
Hilangnya lapangan pekerjaan telah menghentikan ledakan besar pertumbuhan kelas menengah di Asean dalam beberapa tahun terakhir. Sementara ekonomi kemungkinan akan membutuhkan waktu bertahun-tahun lagi untuk kembali pulih sepenuhnya.
Di Filipina, negara dengan kasus Covid-19 terbanyak, hampir separuh dari pelaku usaha yang bisnisnya ditutup mengaku tidak ada kepastian kapan bisnis mereka kembali akan dibuka. Itu berdasarkan survei yang dilakukan Bank Dunia dan lembaga lokal. Efek berkepanjangan dari penguncian negara atau lockdown telah memukul banyak orang.
Baca Juga: Kesulitan likuiditas, AirAsia X Berhad tempuh restrukturisasi utang
Meskipun income di seluruh dunia tengah anjlok, namun dampak yang parah terjadi di kawasan Asean. Gelombang PHK dan lemahnya jaring pengaman sosial membuat jutaan orang beresiko kehilangan anak tanggal dalam mobilitas sosial.
Ramesh Subramaniam, Direktur Jenderal Asia Tenggara Asia Development Bank (ADB) di Manila seperti dikutip Bloomberg, Kamis (15/10) mengatakan kawasan Asean kemungkinan akan menempati urutan kedua setelah India dalam peta jumlah orang miskin baru di Asia tahun ini.
Sementara Priyanka Kishore, Ekonom Oxford Economics Ltd mengatakan, kurangnya permintaan konsumen, kebangkrutan, dan langkah-langkah social distancing terus mengganggu bursa kerja.
Hal itu menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi panjang dan berlarut-larut. "Kami perkirakan PDB Asia Tenggara jadi 2% di bawah dasar proyeksi sebelum Covid-19, bahkan hingga tahun 2022," kata Kishore.
Baca Juga: Kapal perusak peluru kendali AS berlayar di Selat Taiwan, militer China siaga penuh
Bain &Co tahun lalu memperkirakan 50 juta konsumen di Asia Tenggara akan naik ke kelas menengah pada tahun 2022. Proyeksi itu sebelumnya didasarkan ada prospek pendapatan bersih sebsar US$ 300 miliar sehingga menarik Toyota Motors dan Ikea untuk ekspansi di kawasan ini.
Namun, kini potensi pendapatan itu hilang sehingga menghambat pertumbuhan. Maklum, tingkat konsumsi menyumbang 60% terhadap PDB di negara-negara di kawasan ini, selain Singapura.