Reporter: SS. Kurniawan | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Kabar bahagia menyeruak di tengah wabah virus corona baru. Komisi Kesehatan Nasional China, Sabtu (8/2), mengungkapkan, sebanyak 2.050 yang terjangkit virus itu sudah sembuh.
Angka ini jauh di atas korban meninggal akibat virus corona baru di China yang hingga Jumat (7/2) mencapai 722 orang. Korban tewas bertambah 86 orang dari hari sebelumnya.
Jumlah korban meninggal akibat virus corona baru di Tiongkok tersebut melampaui jumlah korban wabah sindrom pernapasan akut (SARS) di China dan Hong Kong hampir dua dekade lalu.
Baca Juga: Lampaui SARS, korban tewas virus corona di China bertambah jadi 722 orang
Namun secara global, korban untuk SARS, penyakit dalam keluarga yang sama dengan virus corona baru, tetap lebih tinggi, lebih dari 770 kematian.
Melansir Reuters, Komisi Kesehatan Nasional China, mengatakan, Provinsi Hubei, pusat wabah virus corona, melaporkan 81 kematian yang terjadi kemarin, dengan 67 orang meninggal di Kota Wuhan, ibu kota Hubei.
Jumlah kematian akibat wabah virut mematikan pada Jumat (7/2) sebanyak 86 orang, merupakan rekor kematian harian tertinggi.
Baca Juga: Bantu China memerangi virus corona, AS siapkan dana Rp 1,36 triliun
Di seluruh daratan China, Komisi Kesehatan Nasional Chin menyebutkan, ada 3.399 infeksi baru yang terkonfirmasi pada Jumat (7/2). Sehingga, jumlah total yang saat ini terjangkit virus corona menjadi 31.774 orang.
China terus berjuang untuk menahan penyebaran virus corona baru hingga saat ini, meskipun telah menempatkan sekitar 56 juta orang di bawah penguncian efektif di Hubei termasuk Wuhan.
Kota-kota lain yang jauh dari pusat wabah juga telah mengambil langkah-langkah untuk menjaga orang tetap di dalam ruangan, membatasi jumlah orang yang bisa meninggalkan rumah mereka.
Baca Juga: Permintaan dan harga melonjak, WHO kutuk penimbunan masker virus corona
Kematian seorang dokter asal Wuhan berusia 34 tahun pada Jumat (7/2) yang dihukum karena meningkatkan kekhawatiran tentang virus corona baru pada Desember 2019 memicu kemarahan atas penanganan krisis oleh pemerintah.