Sumber: Express.co.uk | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Vietnam membalas klaim agresif Beijing atas Laut China Selatan dengan melakukan latihan tempur. Aksi ini merupakan tanggapan atas penangkapan ikan oleh milisi yang melanggar klaim Hanoi atas perairan yang disengketakan.
Melansir Express.co.uk, China telah mengirim armada kapal penangkap ikan dengan milisi ke Kepulauan Spratly pada awal bulan ini, meskipun Filipina dan Vietnam mengklaim mereka memiliki kendali atas wilayah tersebut.
Sebagai tanggapan, Hanoi mengirim kapal perang di dekat pulau yang disengketakan, sementara Filipina mengirim pesawat pengintai untuk mengamati armada penangkap ikan China.
Vietnam mengerahkan Quang Trung, fregat anti-kapal selam, serta helikopter di dalamnya untuk melakukan latihan militer di depan kapal penangkap ikan China.
Baca Juga: Makin Panas! Kapal induk & kapal serbu amfibi AS gelar latihan di Laut China Selatan
Seorang juru bicara dari Kementerian Luar Negeri Hanoi mengecam aksi China tersebut, dan menyatakan aktivitas kapal China secara serius melanggar kedaulatan Vietnam.
Express.co.uk memberitakan, juru bicara itu juga mengklaim tindakan China melanggar Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Salah satu kapal penjaga pantai Vietnam ditambatkan di Whitsun Reef, dan sedang mengamati hampir 220 kapal "milisi" China yang aktif di wilayah tersebut.
Baca Juga: Berseteru dengan Beijing, Filipina ancam akan minta bantuan AS untuk hadapi China
Penyiar nasional Hanoi, Vietnam Television, juga melaporkan minggu lalu bahwa di Kepulauan Spratly, persiapan pertempuran berada pada tingkat tertinggi.
Persiapan ini dilakukan menyusul banyaknya kapal-kapal China berkumpul di terumbu Ba Dau (Whitsun) di dalam Kepulauan Truong Sa (Spratly) Vietnam.
Sebelumnya, Filipina pertama kali mendesak China untuk menarik kembali kapal milisinya dari sekitar pulau yang disengketakan pada bulan Maret.
Penjaga pantai dari Manila juga mengatakan sekitar 220 kapal ditambatkan di Whitsun Reef, yang disebut Manila sebagai Julian Felipe Reef, pada 7 Maret.
Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana menuntut China agar menarik kembali kapal-kapal milisi tersebut karena melanggar kedaulatan Manila.
Baca Juga: Hadapi China, Filipina buka semua opsi termasuk manfaatkan Amerika Serikat
"Kami menyerukan kepada China untuk menghentikan serangan ini dan segera menarik kembali kapal-kapal yang melanggar hak maritim kami dan melanggar batas wilayah kedaulatan kami," tegas Lorenzana seperti yang dilansir Express.co.uk.
Satuan tugas Filipina di wilayah yang disengketakan juga menyatakan keprihatinan yang mendalam atas berlanjutnya kehadiran yang melanggar hukum milisi maritim China pada awal April.
Baca Juga: Kapal perusak Amerika Serikat berlayar di Selat Taiwan, China awasi ketat
Dalam sebuah pernyataan, mereka mengatakan: "Baik Filipina maupun komunitas internasional tidak akan pernah menerima pernyataan China tentang apa yang disebut 'kedaulatan terintegrasi yang tak terbantahkan' atas hampir seluruh Laut China Selatan."
Beijing secara teratur dikritik karena tindakan agresifnya di Laut China Selatan, karena mereka menangkap ikan dan beroperasi di daerah yang disengketakan.
Pada 9 April, Beijing mengebor jauh di Laut China Selatan untuk mengambil inti sedimen dari dasar laut meskipun ada ketegangan atas perairan yang disengketakan dengan Taiwan dan Filipina.
Menurut kantor berita resmi Xinhua, ilmuwan China di kapal penelitian kelautan menggunakan sistem pengeboran Sea Bull II buatan China untuk mendapatkan inti sedimen sepanjang 231 meter (757 kaki) di kedalaman 2.060m (6.760 kaki).
Malaysia, Filipina, Taiwan, Vietnam dan Brunei juga mengklaim bagian-bagian laut yang memiliki potensi minyak dan gas yang sangat besar.
Baca Juga: Libatkan 8.000 pasukan cadangan, Taiwan gelar latihan perang skenario invasi musuh
AS telah menantang Beijing atas klaim agresifnya atas Laut China Selatan dengan mengirim kapal induk ke perairan tersebut.
Minggu lalu, kelompok penyerang Angkatan Laut yang dipimpin oleh USS Theodore Roosevelt memasuki Laut Cina Selatan.
AS juga telah mengerahkan kapal serbu amfibi USS Pulau Makin untuk memasuki jalur laut yang sibuk melalui Selat Malaka.
Washington membela aktivitas angkatan laut terbarunya dengan menyebutnya sebagai transit "rutin" dan sesuai dengan prinsip "kebebasan navigasi".