Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepala junta Myanmar pada hari Senin menyalahkan ketidakstabilan karena menghambat upaya untuk menerapkan rencana perdamaian yang disepakati dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya saat ia memperpanjang aturan darurat selama enam bulan lagi.
Junta pertama kali mengumumkan keadaan darurat setelah merebut kekuasaan dari pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi dalam kudeta pada Februari tahun lalu. Myanmar telah berada dalam kekacauan sejak saat itu, dengan konflik menyebar setelah tentara menghancurkan sebagian besar protes damai di kota-kota besar dan kecil.
Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) yang beranggotakan 10 negara menyetujui "konsensus" lima poin untuk mengakhiri permusuhan tahun lalu, tetapi hanya ada sedikit tanda junta menerapkan rencana lima poin, yang mencakup diakhirinya kekerasan dan dialog.
Baca Juga: Pulang dari Jepang, Sederet Oleh-Oleh Janji Ekonomi Dibawa Jokowi
Pemimpin Junta Min Aung Hlaing mengatakan dalam pidato yang disiarkan di media pemerintah bahwa Myanmar telah berusaha untuk mengatasi tantangan pandemi virus corona sambil menghadapi kekerasan internal.
"Jadi sulit untuk mengimplementasikan konsensus ASEAN karena kurangnya stabilitas," kata Min Aung Hlaing, seraya menambahkan bahwa hanya ketika situasinya "normal" barulah kemajuan dapat dicapai.
Pemerintah Barat mengecam kudeta dan penahanan atas berbagai tuduhan peraih Nobel Suu Kyi dan sejumlah anggota partai dan pendukungnya.
Beberapa anggota ASEAN, di mana Myanmar adalah salah satu anggotanya dan yang memiliki tradisi saling tidak campur tangan dalam urusan dalam negeri masing-masing, juga mengkritik para jenderal.
Meski junta gagal mengimplementasikan rencana ASEAN, junta tidak pernah menolaknya.
Baca Juga: Indonesia-Korea Selatan Sepakati Sejumlah Kerjasama, Simak Isinya
"Negara kami adalah negara ASEAN sehingga kami menghargai konvensi ASEAN," kata Min Aung Hlaing.
Sementara Min Aung Hlaing tidak menyebutkan perpanjangan keadaan darurat dalam pidatonya, media pemerintah melaporkan bahwa dewan pertahanan dan keamanan pemerintah militer dengan suara bulat menyetujui permintaannya untuk enam bulan lagi.